I am a guidance and counseling teacher. Everyday together with my students try to reach our dreams. Someday I hope they will be great and warm people. Jangan lupa klik iklan untuk menghidupi blog ini yaa. Terima kasih banyak telah berkunjung.
Wednesday, July 29, 2020
Pertemuan 2 Layanan BK Daring Kelas X IPA, 30 Juli 2020
Tuesday, July 28, 2020
Pertemuan 2-Pembelajaran Daring Sosiologi Kelas XII IPS SMA Negeri 2 Kraksaan, Rabu 29 Juli 2020
A. Perubahan Jumlah Penduduk
Setiap masyarakat tentunya mengalami proses sosial di antaranya adalah interaksi sosial dan sosialisasi. Kedua kondisi ini baik cepat maupun lambat akan mengubah pola pemikiran dan tingkat pengetahuan yang akan lebih mempercepat proses perubahan.
Perubahan penduduk yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah akan mengakibatkan keramahtamahan semakin menurun, kelompok sekunder akan bertambah banyak, struktur kelembagaan menjadi lebih rumit, dan bentuk-bentuk perubahan yang lainnya.
B. Penemuan Penemuan Baru dalam MasyarakatC. Konflik
Faktor penyebab perubahan sosial lainnya adalah adanya konflik di dalam masyarakat. Adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat seperti perbedaan ciri-ciri fisik, kepentingan pendapat, status sosial ekonomi, suku bangsa, ras, agama, dan lain-lain seringkali memicu munculnya konflik.
Konflik dapat terjaid antarindividu, antarkelompk, antar individu dengan kelompok, dan antargenerasi. Sebagai proses sosial, konflik memang merupakan proses disosiatif, namun tidak selalu berakibat negatif.
Suatu konflik yang kemudian disadari akan memecahkan ikatan sosial biasanya akan diikuti dengan proses akomodasi yang justru akan menguatkan ikatan sosial. Jika demikian, biasanya akan terbentuk suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelum terjadi konflik.
D. Pemberontakan atau Gerakan RevolusiA. Alam
Faktor penyebab perubahan sosial dari luar bisa terjadi karena perubahan alam. Hal ini dikarenakan alam juga memiliki peranan yang snagat penting bagi kehidupan manusia.
Alam merupakan penyedia bahan-bahan makanan dan pakaian, penghasil tanaman, serta sumber kesehatan dan keindahan. Nah, pertambahan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi lambat laun bisa merusak alam.
Jika jumlah penduduk semakin tinggi, maka akan semakin tinggi juga tekanan terhadap alam. Oleh karena itu, akan terjadi perusakan alam. Contoh dari faktor penyebab perubahan sosial yang disebabkan oleh alam seperti mengeringkan lahan pertanian untuk membangun rumah.
Padahal hal ini bisa mengakibatkan lahan pertanian menjadi menyempit, serta banyak petani yang kehilangan lahan untuk bertani dan terpaksa bekerja sebagai buruh pabrik atau pekerjaan yang lainnya.
B. PeperanganAdanya peperangan di suatu wilayah juga menjadi faktor penyebab perubahan sosial. Hal ini mengakibatkan berubahnya kepribadian setiap individu sebagai anggota masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Perubahan sosial karena peperangan ini bisa terjadi karena melibatkan seluruh komponen masyarakat dan akan membawa perubahan dalam masyarakat tersebut, baik besar maupun kecil.
Selain itu, akan membawa akibat yang berarti bagi masyrakat setempatnya. Hal ini terutama pada masyarakat yang kalah perang, karena adanya pemaksaan berbagai kebudayaan oleh negara yang menang perang.
C. Pengaruh dari Kebudayaan dan tata hidup Masyarakat lainMonday, July 27, 2020
Pertemuan 2- Pembelajaran Daring Sosiologi Kelas XI IPS- Selasa, 28 Juli 2020
Sunday, July 26, 2020
Relakskan Pikiran Kita Dulu Yuuk
Angket Kebutuhan Peserta Didik Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kraksaan Tahun Pelajaran 2020-2021
Berikut linknya, silakan diklik ya:
https://forms.gle/27hSwGXmsjXivRVZ6
Friday, July 24, 2020
Angket Kebutuhan Peserta Didik Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Kraksaan Tahun Pelajaran 2020-2021
Thursday, July 23, 2020
ANGKET KEBUTUHAN PESERTA DIDIK KELAS XII IPS TAHUN PELAJARAN 2020-2021
Wednesday, July 22, 2020
Pengenalan Layanan BK SMA Negeri 2 Kraksaan-Pertemuan 1
keputusan, dan merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab
tentang perkembangan aspek pribadinya, sehingga dapat mencapai
perkembangan pribadi yang optimal dan mencapai kemandirian,
kebahagiaan, kesejahteraan dan keselamatan dalam kehidupannya
peserta didik untuk memahami lingkungannya dan dapat melakukan
interaksi sosial secara positif, terampil berinteraksi sosial, mampu mengatasi masalah-masalah sosial yang dialaminya, mampu menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan dengan lingkungan sosialnya sehingga mencapai kebahagiaan dan kebermaknaan dalam kehidupannya
didik antara lain adalah mengenali potensi diri untuk belajar, memiliki sikap dan keterampilan belajar, terampil merencanakan pendidikan, memiliki kesiapan menghadapi ujian, memiliki kebiasaan belajar teratur dan mencapai hasil belajar secara optimal sehingga dapat mencapai kesuksesan,kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam kehidupannya
didik untuk memahami pertumbuhan, perkembangan, eksplorasi, aspirasi
dan pengambilan keputusan karir sepanjang rentang hidupnya secara
rasional dan realistis berdasar informasi potensi diri dan melihat kesempatan yang tersedia di lingkungan hidupnya untuk mencapai kesuksesan dalam
kehidupannya.
Tuesday, July 21, 2020
Konferensi pers gaji ke-13 menkeu tahun 2020
Belajar Bersama Olimpiade APBN 2020-Akhir Bab II Modul Olimpiade APBN 2020
Monday, July 20, 2020
Pertemuan 1-Pembelajaran Daring Sosiologi Kelas XII IPS-Rabu 22 Juli 2020
Pertemuan 1- pembelajaran daring Sosiologi kelas XI IPS- Selasa, 21 Juli 2020
Pertemuan Pertama Layanan BK Daring XI IPA-20 Juli 2020
Sunday, July 19, 2020
Cerpen Lepas
Lepas
Oleh : Masbahur Roziqi
Penulis adalah guru BK SMA Negeri 2 Kraksaan Kab. Probolinggo, Jawa Timur
“Pak
saya mau berhenti saja.”
Ucapan
itu bagai petir menggelegar di siang bolong. Sebelum mendengar itu, aku masih
terpaku dengan tumpukan berkas hasil tes EQ para muridku. Kini perhatianku
dipaksa beralih. Aku lihat sumber suara itu. Sambil memicingkan mata, berusaha
kukenali sosok siswi yang tepat duduk di depan mejaku ini.
“Sek, sek, enteni, ada apa tho nduk, ayo
lungguh dhisik.”
Kulihat
dia menghela napas panjang. Bahkan hembusannya sampai terasa di wajahku. Dia
memonyongkan mulutnya. Perlahan ditariknya kursi plastik berwarna hijau yang
ada di sebelah kanannya. Tangannya bersedekap di perut. Dia melihat ke bawah.
“
Hmmmmm.......”
“Ayo
ada apa sih nduk?”
“Gimana
ya pak...”
“Tadi
kamu bilang mau berhenti, berhenti apa maksudnya. Silahkan cerita, mungkin
bapak bisa membantu. Pelan-pelan saja dan terbuka ya”
“Nggak
jadi deh pak.”
Siswi
ini langsung bangkit dan berjalan cepat ke arah pintu keluar. Asyem. Umpatku. Tanpa sadar kata itu
terbersit dalam pikiran. Aku hanya bisa tercenung. Belum juga tahu nama dan
kelasnya, eh siswi itu sudah pergi. Pekerjaan Rumah (PR) nih, gumamku.
Lemari
data siswa jadi tempatku menyibukkan diri. Sebagai guru, aku memang memiliki
data siswa. Mengenai siswi “misterius” tadi, aku sungguh penasaran. Aku ingat
wajahnya. Kutelusuri satu persatu data mulai kelas X hingga kelas XII. Dan, nah
ketemu!! N-i-n-d-i...
**
Siang
ini aku sungguh tidak semangat. Padahal sudah pulang sekolah. Kalau melihat
teman-teman, rasanya iri. Aku masih kelas X. Umurku masih 16 tahun. Masih
waktunya bermain dan belajar. Ini masih SMA, aku seharusnya tidak galau seperti
ini. Tapi kondisi ini..... Ah entahlah. Mungkin sudah takdir. Rasanya ingin aku
hempaskan saja tubuh ini. Beberapa alternatif tempat sudah aku pikirkan.
Pinggir jurang, tebing laut, atau tepi jalan tol. Banyak sekali. Masih bingung
memilih. Mungkin nanti, kalau aku sudah benar-benar capek.
Kulihat
lelaki berkumis itu sudah berdiri di depan mobilnya pas dekat pintu gerbang
sekolah. Mobil sedan putih. Kacanya gelap. Segelap orangnya aku pikir. Muak aku
melihat orang yang lebih pantas kupanggil om ini. Seperti biasa dia selalu
tersenyum menyeringai. Padahal giginya jelek. Ah orang ini tidak ada
bagus-bagusnya.
“Halo
sayang, mau kemana hari ini rencananya?”
“
Terserah” ujarku sambil membuka pintu mobil bagian depan.
“
Waw jangan cemberut begitu donk sayang,” kata lelaki itu sambil memegang
daguku.
“
Ayoo mau pergi atau nggak nih. Aku pulang sendiri deh kalau kelamaan di sini.”
“
Iya iya sayang, ayo kita pergi ke tempat biasanya yaa, hehehe.”
Mobil
putih itu pun meluncur pergi. Tapi tidak dengan kegalauanku. Selalu seperti
ini. Lelaki berkumis ini pasti selalu menjemputku sepulang sekolah. Tidak
sekedar menjemput. Dia selalu minta dilayani nafsunya. Ya, nafsu birahinya.
Minimal sebulan tiga kali. Aku terpaksa melayaninya. Dia selalu mengancamku,
mengancam ibuku, mengancam kami berdua. Siapa lelaki berkumis itu? Dia lah
selingkuhan ibuku. Dia datang saat ayah ku tidak lagi peduli pada ku dan ibu.
Saat ayah hanya datang pada ibu untuk memukul dan bertengkar.
“
Buuu, aku tidak mau lagi digituin om itu buuu. Aku muak, aku males lihat orang
itu.”
“
Sudah lah Nak bertahan saja. Dapat dari mana uang kalau tidak dari Mas Rokib,
nak. SPP dan tanggungan sekolahmu masih belum lunas.”
“
Biar aku cari kerja saja, Bu.”
“
Jangan Nak, kamu harus sekolah.”
“
Aku malu bu sama teman-teman. Daripada bergantung sama om itu terus.”
“
Biar sudah Nak, yang penting kamu dapat uang buat sekolah.”
“
Kalau gini aku ingin keluar sekolah saja bu.”
Ibuku
terlihat naik pitam. Dia mulai mengumpat.
“Arep dadi opo gak sekolah kon!! Wes uripe
ibukmu ancur ngene, kon arep melu-melu ha!! Sudah turuti ae om Rokib iku!!”
Percakapan
itu terlintas kembali dalam ingatanku. Wajah ibuku, ayah, dan diriku sendiri.
Ingin aku robek ingatan itu. Bebanku semakin berat. Kulihat bangunan hotel itu
sudah tampak tidak jauh dari sedan yang kutumpangi. Rutinitas bulanan ku dengan
om jahanam itu kembali dimulai.
**
Informasi
yang kudapatkan sukses membuatku pusing. Nindi, siswi kelas X A1 termasuk yang
sering menjadi keluhan para guru. Mulai tertidur saat jam pelajaran, sering
terlambat masuk sekolah dan masuk kelas, hingga sering tidak masuk sekolah
tanpa keterangan. Aku telusuri data keluarganya. Ayahnya sopir truk, dan ibunya
pekerja rumah tangga. Saat SMP termasuk siswi yang aktif di OSIS.
“
Nindi hari ini masuk?” tanyaku pada ketua kelas X A1, Joseph Bintoro.
“
Tadi masuk Pak, tapi sekarang sudah tidak di kelas lagi Pak. Tadi izin,”
“Kemana?”
“
Tidak tahu Pak. Oh itu Pak, Nin sini dipanggil Pak Aryo”
Nindi
terlihat terkejut saat Joseph memanggilnya. Dia berjalan perlahan ke arah ku.
Wajahnya sesekali menunduk. Aku mempersilahkannya masuk ke ruanganku. Kupilih
sofa tamu untuk kami berkomunikasi.
“
Nin, masih ingat bapak kan? Coba Nindi ceritakan yang kemarin Nindi ke sini.”
“
Tidak ada apa-apa Pak. Hanya iseng”
“
Hanya iseng? Tapi bagi bapak itu bukan iseng. Apakah yang Nindi pikirkan?”
“
Saya permisi Pak” sambil dia bangkit dan beranjak pergi.
Dengan
refleks, aku memegang tangannya. Ekspresinya tidak kuduga. Dia melotot. Matanya
berkaca-kaca. Wajahnya memerah.
“
Lepaskan tangankuuuu!!!!” teriaknya sambil menghempaskan tangannya dari
peganganku. Dia langsung berlari keluar ruangan.
Sekali
lagi, Nindi membuatku melongo....
**
Aku
terus berlari di lorong sekolah. Jantungku berdegup kencang. Pegangan tangan
pak Aryo, entah mengapa membuatku merasa jijik. Aku muak melihat tangan lelaki
dewasa menyentuh anggota tubuhku. Bahkan mungkin aku bisa dibilang trauma.
Kuhempaskan saja tangannya. Emosiku memuncak. Bayangan pria menjijikkan yang
sekarang menjadi kekasih gelap ibuku kembali muncul. Aku mau muntah tiap
mengingatnya.
Sudah
sejak SMP aku menjadi budak nafsunya. Genggaman tangan pak Aryo tadi refleks
mengingatkanku pada perlakuan yang selama ini aku terima dari pria jahanam
bernama Rokib itu. Sudah tidak terhitung berapa kali dia menggerayangi tubuhku.
Dan aku hanya bisa pasrah. Pria ini yang membiayai seluruh biaya sekolahku sejak
SMP. Dia pula yang memberi ibu uang belanja untuk makan kami sehari-hari. Ibu
ku pun menyerah padanya.
Tapi
kali ini aku sudah tidak kuat. Perutku mual. Rasanya ingin muntah. Kepalaku
pusing. Sejenak aku bersandar ke dinding. Beberapa siswi kelas lain menghampiriku.
Tak kudengar jelas suara mereka. Hanya seperti bergumam. Samar-samar. Kurasakan
mereka memapahku. Ruang UKS menjadi tempat tujuan mereka.
**
Aku
hanya ingin lepas. Lepas dari pria jahanam itu. Lepas dari ruwetnya hubungan
ayah dan ibuku. Lepas dan bebas menggapai impianku. Pak Aryo menjadi tempat
teduhku. Berdialog dengannya di UKS membuatku tenang. Agak menyesal tidak
berbicara dengannya lebih awal. Kata-katanya meneduhkan hatiku.
Pulang
sekolah, aku tidak lagi dijemput pria jahanam itu. Pak Aryo mengantarkan aku.
Dia bersimpati kepadaku. Beberapa kali dia menggenggam tanganku saat terbaring
lemah di UKS. Senyum selalu menghiasi wajahnya tiap berbicara denganku. Pak
Aryo memboncengku dengan motornya.
Motor
itu pun melaju di jalanan kota kelahiranku. Semilir angin menerpa badanku.
Namun itu tidak lama. Aku memandangi jalan yang kami lalui. Arah jalan yang
membuatku selalu bergidik jijik tiap melewatinya. Namun aku tidak berani
bersuara. Di depanku adalah guruku. Orang yang kuhormati setelah ayah ibuku.
Laju motor berhenti. Tepat di depan bangunan brengsek yang sangat aku benci.
Hotel laknat tempat si Rokib menggarapku.
“
Ayo Nin.” ujar pak Aryo sambil tersenyum.
“
Tapi pak ini....”
“
Ayo lah ini untuk menghadapi traumamu”
Ucapan
pak Aryo membiusku. Dia merangkul pundakku. Sampai resepsionis, dia memesan
kamar. Digandengnya tanganku.
“
Kali ini kamu tidak akan kecewa. Ayo sayang.” Sorot matanya seperti sorot mata
Rokib si pria jahanam itu.
Tubuhku
mendadak lemas. Rasanya aku belum lepas.
Modul dan Handbook Olimpiade APBN 2020
Urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Urgensi RUU PKS
Oleh : Masbahur Roziqi
Saya ingin menulis langsung pada intinya. RUU PKS (Penghapusan
Kekerasan Seksual) sangat urgen disahkan DPR. Kebijakan pencabutan RUU ini dari
prolegnas prioritas 2020 perlu peninjauan ulang. Jika gagal memperjuangkan ini,
akan banyak hati korban yang terluka. Dapat menjadi preseden buruk pula ketika
kelak muncul korban baru. Mereka tidak akan terlindungi instrumen RUU ini.
Miris.
Mengapa saya mendukung pengesahan RUU PKS ini? Karena poin-poin di
dalamnya mencerminkan perlindungan pada korban kekerasan seksual. Serta hukuman
maksimal bagi para pelaku kekerasan seksual. Tentu ini hal yang patut saya
dukung. Termasuk silakan para pembaca juga dukung. Tidak ada ruginya mendukung
sebuah gerakan yang bertujuan melindungi harkat martabat manusia. Melindungi
dari kekejaman kekerasan seksual.
Kasus nyata kekerasan seksual juga tampak pada pemerkosaan dan
pembunuhan yang dilakukan M. Thohir kepada bocah lima tahun, Ri, di desa Tanggulangin, Kecamatan Kejayan,
Kabupaten Pasuruan. Kekerasan seksual itu termasuk bagian dari kejahatan
terhadap kemanusiaan. (Jawa Pos Radar Bromo, 9/7/2020)
Banyaknya kasus kekejaman kekerasan seksual juga bisa pembaca lihat
pada data resmi yang dirilis Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan). Data resmi banyaknya korban kekerasan seksual bisa dilihat
pada data catatan tahunan (Catahu) komnas perempuan tahun 2020. Komnas
perempuan menyebutkan kekerasan seksual pada perempuan di ranah publik atau
komunitas tahun 2019 meliputi beberapa jenis. Kekerasan seksual tersebut antara
lain perkosaan sebanyak 715 kasus, pencabulan 551 kasus, dan pelecehan seksual
520 kasus.
Selain itu komnas perempuan juga merilis data kekerasan seksual
pada perempuan di ranah rumah tangga atau personal privat. Data kekerasan
seksual pada perempuan di ranah rumah tangga atau personal privat tahun 2019
tersebut antara lain inses sebanyak 822 kasus, perkosaan sebanyak 792 kasus,
persetubuhan 503 kasus, pencabulan 206 kasus, eksploitasi seksual 192 kasus,
dan pelecehan seksual sejumlah 137 kasus.
Ya, kekerasan seksual sangat kejam. Bahkan saya tidak ragu
menyebutkan kejahatan kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Para pelaku mengorbankan jiwa kemanusiaannya. Dan parahnya, mereka merenggut
harkat kemanusiaan korbannya. Menyisakan trauma mendalam yang tentu akan para
korban tanggung. Butuh pendampingan terus menerus dan konsisten untuk kembali
meneguhkan konsep diri korban melawan traumanya.
Pertimbangan RUU ini pun jelas menempatkan kekerasan seksual
sebagai musuh bagi kemanusiaan. Dalam poin b RUU ini menyebutkan bahwa setiap
bentuk kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, dan
pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapus. Kalimat itu menjelaskan
besarnya bahaya tindak kejahatan kekerasan seksual. Tidak hanya menghancurkan
hidup korban melainkan nantinya membuat pelaku teguh dengan relasi kuasanya.
Korban memiliki kedudukan tidak setara dengan pelaku. Dengan RUU ini, kedudukan
itu bisa terusik. Perlindungan dan penindakan hukum kepada pelaku akan
mendobrak relasi kuasa dan memberikan keadilan bagi korban.
Selain itu dalam pertimbangan tersebut juga menjelaskan RUU ini
berspektif perlindungan korban, yakni pada poin c. Yaitu bahwa korban kekerasan
seksual harus mendapat perlindungan dari negara agar bebas dari setiap bentuk
kekerasan seksual. Secara tegas RUU menyampaikan bahwa negara memiliki peran
besar untuk melindungi korban. Itu berarti segala wewenang negara harus
dikerahkan untuk melawan langgengnya kekerasan seksual menjamah negeri ini.
Saya sendiri beberapa kali berempati pada cerita-cerita para korban
kekerasan seksual. Beberapa diantaranya murid saya. Mereka menyampaikan
kekerasan seksual yang dilakukan orang terdekatnya. Dengan berurai air mata.
Geram ketika teringat perbuatan pelaku. Namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Kejadian sudah berlalu. Ketika mereka remaja SMP atau SD. Saat ingat rasanya
ingin menangis. Mau menceritakan pada keluarga, takut mendapat marah atau
hubungan keluarga retak. Apalagi pelaku orang terdekat keluarga.
Kegalauan para korban ini lah yang berupaya dihapus oleh RUU PKS.
Beberapa ancaman pidana terhadap pelaku sangat proporsional dan menyeluruh.
Termasuk jika pelaku kekerasan seksualnya adalah anak-anak. Tingkat sanksinya
sesuai tahap perkembangan masing-masing.
Contohnya pada pasal 112 ayat 2 yakni jika tindak pidana perkosaan
dilakukan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat atau pejabat, maka
mendapat pidana penjara minimal 12 tahun dan maksimal 20 tahun. Itu pun juga
ditambah pidana tambahan berlapis. Yakni pidana tambahan ganti kerugian, kerja
sosial, dan pembinaan khusus. Artinya RUU PKS ini berupaya menghadirkan
keadilan dengan pemberatan hukuman pelaku sesuai perannya di masyarakat.
Berkaca pada pengalaman para korban kekerasan seksual tersebut, termasuk
murid saya, saya tidak sepakat jika RUU ini diturunkan dari prolegnas prioritas
tahun 2020-2024. Justru DPR sebagai wakil rakyat harus mampu membahas RUU ini
dengan lebih serius. Masak begitu saja menyerah. Tunjukkan bahwa wakil rakyat
serius memperjuangkan RUU PKS untuk melindungi para korban kekerasan seksual.
Termasuk menghadirkan keadilan bagi mereka.
Di saat saya menulis ini, saya sedang melihat akun instagram mantan
murid saya yang sempat menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Relasi kuasa yang
timpang lah yang membuatnya terjerat tindak kejahatan kekerasan seksual
tersebut. Belum adanya RUU PKS turut menyumbang ketidakberdayaan murid saya
tersebut. Saat ini dia berupaya terus melangkah maju. Tidak lagi menoleh ke
belakang. Nomor ponsel si pelaku dia blokir. Sehingga dia tidak perlu sampai
membaca beberapa kali WA yang berisi nada teror dan melecehkannya.
Harus ada yang mengingatkan langkah pencabutan pembahasan RUU PKS
ini bukan hal baik. DPR perlu mengundang korban-korban kekerasan seksual secara
anonim atau lengkap identitasnya (sesuai permintaan korban) untuk mendengarkan
kesaksian mereka. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana narasi memilukan para
korban. Bahwa RUU ini sangat penting bagi korban untuk menegakkan keadilan bagi
mereka. Dan tidak ada lagi korban-korban yang mengalami kejadian sama seperti
mereka.
Gerakan mengkritisi usulan pencabutan RUU PKS dari prolegnas
prioritas harus terus menerus digulirkan publik. Konsolidasi dan koordinasi
untuk meminta DPR membatalkan rencana tersebut perlu menjadi agenda utama
gerakan ini. Adakan lagi dialog dan diskusi intens dengan beragam kalangan
untuk membahas RUU ini. Pembahasan harus komprehensif dan mendengarkan berbagai
masukan. Tidak tiba-tiba memutuskan untuk menurunkan RUU PKS dari prolegnas.
Tentu ini tidak elegan.
Saya sendiri berniat mengadakan diskusi daring bersama para peserta
didik saya menyikapi usulan pencabutan RUU PKS ini. Kita perlu mendengar dan
menyampaikan tentang isu dalam RUU PKS ini. Bahwa Indonesia memiliki produk
hukum yang akan melindungi para korban kekerasan seksual. Dan RUU ini harus
mendapat pengesahan baik dari DPR maupun pemerintah agar bisa berlaku di negeri
ini. Jadi jangan lah bosan meneriakkan dan menuliskan: #SahkanRUUPKS-SahkanRUUPenghapusaKekerasanSeksual!
Penulis adalah guru bimbingan dan konseling SMA Negeri 2 Kraksaan Kabupaten Probolinggo. Seorang guru yang terus berusaha menjadi profesional dan humanis. Mencintai berdiskusi bersama para murid di ruang kelas dan ruang maya.
Joker, Kita, dan Absennya Negara
Joker, Kita, dan Absennya Negara
Oleh : Masbahur Roziqi
Penulis adalah guru bimbingan dan konseling SMA
Negeri 2 Kraksaan Kabupaten Probolinggo
Film
Joker menghentak dunia. Simbol tokoh antagonis ini kembali menyapa masyarakat.
Namun kali ini bukan sebagai utuh tokoh jahat saja. Melainkan menelisik akar
munculnya kejahatan dalam dirinya. Kejahatan yang sebenarnya berasal dari
perlakuan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat seperti kita yang hidup penuh
interaksi. Walau pun tanpa kita sadari interaksi tersebut mulai terasa hampa.
Interaksi
hampa dan menyakitkan. Itu lah yang saya tangkap usai melihat film Joker. Sebelum
menjadi Joker, dia adalah seorang laki-laki sederhana bernama Arthur. Dia
merawat ibunya seorang diri. Bekerja sebagai badut menghibur banyak orang untuk
mendapatkan penghasilan. Dalam kesehariannya dia memegang teguh pesan ibunya
untuk selalu tersenyum dan tertawa. Meskipun dalam hidup akan banyak tantangan
dan ketidakadilan yang dia hadapi.
Benar
saja, dalam film tersebut, si Arthur mengalami banyak ketidakadilan. Beberapa
remaja dan pemuda elit bertampang parlente memukulinya. Hanya karena dia
seorang badut dan layak untuk dilecehkan dan disakiti. Bahkan ketika naik bus
usai mendapat pukulan dan menjalani konseling, Arthur masih saja mendapat
perlakuan tidak nyaman dari seorang ibu. Dia melarang anaknya bercanda dengan
Arthur. Padahal saat itu, si Arthur tengah menghibur anak tersebut dengan
candaannya. Si anak senang, namun ibunya malah marah dan melarangnya. Kembali
Arthur tertawa, walau saya merasakan dirinya menangis dalam hati mendapat begitu
banyak kekerasan fisik dan mental hari itu.
Puncak
keputusasaan Arthur atas keadilan terjadi saat tokoh idolanya, Murray Franklin,
seorang komedian televisi, membuat dirinya sebagai banyolan. Murray
menertawakan cita-cita dan mimpi Arthur menjadi seorang komedian profesional
yang akan membahagiakan banyak orang dengan tingkah konyolnya. Sekali lagi hati
Arthur teriris. Setelah ibunya membohongi dia, tokoh masyarakat kota Gotham
Thomas Wayne memukul mukanya, kali ini sang tokoh idola pun melecehkan dia. Menghempaskan
satu-satunya mimpi yang ingin dia bangun untuk menunjukkan potensi dirinya. Saat
itu lah dia bertekad bahwa sebagian besar masyarakat sudah tidak adil
terhadapnya. Dia ingin menertawakan penderitaan orang-orang. Dan dia ingin
menjadi aktor pembuat penderitaan itu.
Sosok
manusia jahat akhirnya muncul. Kali ini dia menafikkan hatinya. Dia ingin
meluapkan penderitaannya menjadi sebuah komedi. Dan dia pun ingin menjadikan
penderitaan orang lain sebagai komedi. “Kalian menjadikan penderitaanku komedi,
dan aku pun juga ingin penderitaan kalian menjadi komedi bagiku” mungkin jika
diterjemahkan menjadi kata-kata, itu lah yang ingin diungkapkan Joker pada
setiap perbuatan jahatnya.
Kita
bisa belajar banyak dari film ini. Joker dan kita adalah cermin kehidupan
sebenarnya. Berkembangnya teknologi membuat segalanya menjadi mudah. Namun
tuntutan hidup dan tantangan hidup semakin besar. Hal itu berdampak pada
tekanan psikis yang berpotensi dialami banyak orang. Ada yang mampu mengelola
kesehatan jiwanya dengan baik, namun tidak sedikit pula yang mulai limbung
menghadapi tekanan. Terutama tekanan yang didapatkannya dari interaksi dengan
lingkungan sosial. Baik keluarga maupun masyarakat.
Jika
mencermati film Joker, tekanan lingkungan sosial lah yang membuat Arthur
perlahan menjadi Joker. Dia yang semula hanya pekerja Badut biasa, mendapat
banyak pelecehan dari orang-orang di sekitarnya. Beberapa masyarakat yang melihat Joker
mendapat penindasan hanya diam dan menganggap wajar. Dia yang seharusnya
mendapat dukungan sosial berupa penguatan mental, malah mendapat pembiaran. Freak! Aneh! Hanya itu lah kesan yang
dia dapat dari orang-orang di sekitarnya. Pembiaran itu turut mengentalkan
antipati Joker kepada orang lain.
Satu
hal lagi yang patut menjadi kritik adalah absennya negara, dalam hal ini,
pemerintah daerah kota Gotham, terhadap orang seperti Joker. Dalam film
tersebut, Joker tidak mendapat bantuan lagi
untuk obat-obatan dirinya yang mengidap skizofrenia. Dokter yang menanganinya
mengatakan sesi konseling nya telah berakhir. Dan orang seperti Joker dan
dokter itu adalah bagian yang tidak menjadi perhatian dari pemerintah setempat.
Pemerintah
dapat belajar banyak dari film Joker ini. Bahwa kebijakan dan peraturan yang
pemerintah buat harus sebesar-besarnya dilakukan untuk kemakmuran rakyat. Bukan
untuk kepentingan elit semata. Diputusnya bantuan kesehatan Joker oleh pemda
setempat menjadi bagian ketidakadilan otoritas kepada warganya. Si warga
menjadi korban pembiaran. Dan akhirnya malah menjadi bumerang bagi negara.
Yakni menambah jumlah angka pelaku kriminalitas. Yang sebenarnya bisa dicegah
jika negara benar-benar merawat dan memberi dukungan sosial bagi si Joker.
Sekali
lagi, Joker adalah korban ketidakadilan, wajah ketidakadilan, dan bentuk nyata
ketidakadilan. Sudah saatnya kita dapat belajar bahwa mencintai sesama manusia
dan memperlakukan mereka dengan penuh keadilan merupakan intisari dari
kehidupan. Perlakukan lah orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan. Jika
kita ingin selalu mendapat kebaikan dan keadilan dari orang lain, maka berbuat
lah demikian pada orang lain. Jangan berstandar ganda, melecehkan orang lain
namun tidak ingin dilecehkan orang lain. Karena itu sejak dini kita perlu
selalu mengasah rasa empati kita, dan memperkuat sikap gotong royong dalam
berinteraksi antar individu dan kelompok. Peduli terhadap gejala sosial yang
ada di sekitar kita.
Joker
pun sebenarnya tidak seluruh sikapnya total jahat. Ada momen ketika dia
melepaskan seorang temannya yang mengalami kekurangan fisik saat dia usai
mencelakakan orang lain. Padahal temannya itu merupakan saksi perbuatan
kriminal yang dia lakukan. Dia mencium kening si teman dan memintanya pergi
meninggalkannya. Itu artinya sebenarnya dalam lubuk hati paling dalam, dia juga
tidak mau menindas orang yang lebih lemah dari dirinya. Ini lah bukti bahwa
masih ada setitik cahaya dari diri Joker. Yang sayang sekali tidak mampu
ditangkap baik oleh orang-orang terdekat, masyarakat, maupun negara. Cahaya itu akhirnya redup dan tenggelam oleh
ketidakadilan yang dia alami.
Kedua,
kita berharap juga negara selalu hadir dan tidak absen kepada setiap warga
negaranya. Terlebih kepada mereka yang memerlukan penguatan untuk memberdayakan
dirinya. Jangan biarkan mereka berjuang sendirian seperti di hutan rimba.
Rangkul mereka dan pastikan negara tidak abai terhadap mereka. Negara harus
hadir untuk rakyatnya. Demi amanat konstitusi melindungi segenap tumpah darah
bangsa.
Bagi
bapak dan ibu guru, mari bersama kita semakin menguatkan tekad dan kerja kita
untuk memajukan pendidikan negeri ini. Bersama peserta didik, kita berusaha
untuk saling memahami dan menghormati dalam setiap kegiatan di sekolah.
Termasuk memastikan bahwa kekerasan tidak menjadi solusi dalam mendidik
anak-anak murid kita. Karena kekerasan yang Joker alami turut menjadi pengantar
dan penguat baginya untuk melakukan kekerasan yang sama pada orang lain. Mari
menciptakan pendidikan humanis dan mencegah munculnya Joker-Joker baru dalam
dunia pendidikan khususnya. Amin.
Cerpen Bungkam- Tragedi Mei 98
Bungkam
Oleh : Masbahur Roziqi
Penulis adalah guru bimbingan dan
konseling SMA Negeri 2 Kraksaan
Tan Mei Lin, itu nama asliku. Kalau ditanya nama Indonesia,
aku menjawab nama yang sama. Namaku Tan Mei Lin. Titik. Itu saja. Tidak ada
nama lain. Mengapa harus mengganti. Memang urgensinya apa? Aku terus bertanya
dan mempertanyakan dalam hati. Tidak ada yang salah kok.
China. Itu kata yang sudah terlalu sering aku dengar.
Berpapasan dengan orang, dalam satu pertemuan dengan orang, semua sudah sering
aku dengar. Mereka jarang memanggil nama asliku. China. Kata singkat itu saja
yang selalu aku terima. Banyak yang menyarankan aku ganti nama saja. Biar lebih
Indonesia. Aku selalu protes jika diminta membahas ini.
“Ganti
Cindy Larasati saja bagus kok. Lebih Indonesia,” ujar Dini, teman kuliahku di
fakultas hukum Universitas Cemara.
“
Ngapain. Ini kan nama bagus. Nggak ah.”
“
Lah kamu sering risih dipanggil China sih. Yasudah itu kan resiko, apalagi
secara fisik kamu memang chinese banget.”
“
Memang merekanya yang suka manggil gitu itu norak.”
Selalu berakhir dengan kejengkelan. Ya, aku jengkel. Jika
ada yang mengajak membahas pengingkaran atas identitasku. Memang mengapa kalau
aku China. Nggak ada masalah kan? Perkara orang manggil sinyo kek, china kek,
Tionghoa kek. Bodo Amat!! Yang penting aku bangga dengan diriku.
Kalau
aku sudah berprinsip seperti itu, teman-temanku pun hanya bisa manyun. Lucu
kalau melihat ekspresi mereka begitu. Hehehe.
***
Masih banyaknya yang nyinyir dengan orang Indonesia etnis
Tionghoa, membuatku penasaran. Apalagi jika dikaitkan dengan gadis etnis
Tionghoa. Selalu saja ada yang menggelitik nuraniku. Mengapa mereka begitu
melecehkan gadis Tionghoa? Buktinya aku ini. Sejak SMA, ketika aku lewat
kerumunan lelaki yang “nonTionghoa” selalu saja ada yang nyeletuk,
“
Eh cik, putih banget kulitnya. Temenin abang donk.”
“
Hei china cakep, jalan bareng yuk.”
Awalnya sih aku menganggapnya hanya godaan kampungan. Namun
semakin lama, godaan itu tetap dan terus berulang. Tidak hanya di satu
kerumunan. Kerumunan lain pun pernah melakukan hal sama padaku. Mengapa
ketionghoaan selalu jadi bahan bullying? Ini yang membuatku penasaran. Harus
ada jawaban atas penasaran ini.
***
Aku memutuskan harus mengakhiri rasa penasaranku. Sebagai
generasi milenial, kids zaman now, aku tidak boleh hanya menerima keadaan ini
begitu saja. Harus ada penjelasan, mengapa masih saja ada pelecehan pada
perempuan Tionghoa dengan kata-kata yang melibatkan nama etnis. Aku awali
pencarianku dengan menghubungi beberapa kenalan. Salah satunya dengan Xiao
Feng, teman masa kecilku.
“
Yo, tolongin aku donk. Aku pengen banget tahu tentang mengapa pelecehan atas
nama etnis masih saja berlangsung hingga sekarang. Kamu tahu nggak enaknya
nanya ke siapa?”
“
Kalau saranku sih mending nanya ke yang tua-tua, kan lebih berpengalaman tuh
mereka.”
“
Siapa menurutmu?”
“
Gimana kalau ke panti jompo aja. Pasti ada yang menghabiskan masa tua di sana.
Nanti sisanya tanya kakek nenek atau papa mamaku deh.”
Saran Xiao Feng aku turuti. Sesampai di panti jompo, ada 30
kakek nenek yang sepertinya hidup dengan damai di sana. Saling bercengkrama dan
bercerita. Teduh sekali jika melihat mereka saling tertawa seusai bergurau. Aku
coba mendekati salah seorang di antara mereka.
“
Nek permisi, boleh ganggu sebentar nggak?”
Si
nenek tampak menatap aku dan Xiao Feng dengan seksama. Mulai ujung kaki hingga
kepala rasanya tak luput dari jangkauan matanya. Perlahan dia mulai membuka
suara.
“
Mau tanya apa nak memangnya sampai harus ke sini? Ini tempatnya para orang tua
loh. Saya rasa kalian pasti ada maksud tertentu datang ke sini.”
“Saya
dan teman saya ke sini pengeeen banget tanya sesuatu nek. Saya harap nenek mau
sih sharing pengalaman dengan kami.” ujarku merayu si nenek.
Nenek
itu pun manggut-manggut. Tidak begitu tua menurutku. Cuma tubuhnya sepertinya
sudah renta kali. Sesekali dia menghela napas.
“Silahkan
kalau begitu. Mau tanya apa memangnya nak.”
“Gini
nek. Kan kita sama-sama etnis Tionghoa nih. Mengapa ya nek, kok mesti kalau
tiap lewat dekat kerumunan lelaki yang notabene “nonTionghoa” selalu saja
dilecehkan. Disiuli dan sebagainya. Menurut nenek itu mengapa”
Sambil menghela napas, nenek itu memajamkan mata. Terasa
seperti berpikir keras. Beberapa kali dia juga coba menggelengkan kepalanya. Sesekali
dia menatap teman di sebelahnya. Seperti meminta persetujuan.
“Hmmm.
Berat sebenarnya. Menceritakan hal yang sangat ingin aku lupakan. Tapi agar
kalian generasi muda paham dan tidak salah info, aku mau cerita pengalaman
saja. Nanti kamu simpulkan sendiri.”
Ada intonasi berat dalam suaranya. Seperti menahan sesuatu.
Aku makin penasaran. Apa gerangan yang akan diceritakan si nenek. Bahkan aku
sudah siap dengan hape yang kuseting untuk merekam. Xiao Feng bagaimana?
Sepertinya sih dia di sampingku. Tapi aku sudah terlalu fokus pada si nenek.
“Menjadi
Tionghoa itu bukan pilihan, itu takdir. Dan tidak ada yang perlu disesali dari
takdir menjadi Tionghoa. Walau memang dalam perjalanannya, banyak penderitaan
yang sempat aku alami.” ujar nenek itu sambil melihat pada teman di sebelahnya.
Si
nenek melanjutkan ceritanya. Jantungku berdebar. Ini saat yang kutungu.
Penjelasan mengenai segala pelecehan yang kuterima. Semoga mencerahkan.
“Jawaban
atas pertanyaan kamu itu sungguh kompleks nak. Tahun 1998, nenek mengalami apa
yang dinamakan kerusuhan rasial. Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah nenek
lupakan walau nenek ingin sekali menghapusnya dari memori ingatan kepala ini.”
“Memori
apa nek, hingga nenek mau melupakannya? Seburuk itu kah?”
“Bukan
buruk lagi nak, tapi biadab!!” nada suaranya mendadak meninggi.
“Bisa
nenek ceritakan?” Jantungku berdegup kencang.
“
Saat itu usia nenek sekitar 40 tahun. Saat kerusuhan berlangsung, sekitar
pertengahan bulan Mei 98, nenek benar-benar seperti melihat neraka. Ratusan
orang mengamuk. Menjarah dari toko-toko. Semuanya diangkut. Kaca toko, mobil
semua yang ditemui di jalan dirusak. Suasana seperti mau perang.”
Nenek
itu berjalan di antara kerusuhan. Tiba-tiba sekumpulan pemuda berambut cepak
dan gondrong melihat ke arah si nenek. Sambil berteriak, dia menuding nenek.
“Woooy
ada amoy di sini. Ayo selesein aja nambah satu lagi. Bawa dia juga.”
Teriakan mereka membuat si nenek ketakutan. Dia pun lari
sekencang-kencangnya ke arah yang berlawanan dari para pemuda itu. Tidak berani
sekali pun menoleh ke belakang. Teriakan demi teriakan tak dia pedulikan.
“Berhenti
woy China bangsat!! Kalau kena mampus loe nanti. Tak ada ampun.”
Lari dan terus berlari. Itu saja pikiran yang ada dalam
benak si nenek. Saat berlari itu dia juga mendengar jerit pilu beberapa
perempuan. Sempat sekilas terlihat olehnya beberapa gadis yang diseret
sekelompok pemuda. Secara fisik sama dengan dia. Bermata sipit, berkulit kuning
langsat, dan memiliki paras oriental. Sambil tertawa-tawa, mereka menyeret para
gadis malang itu.
“Beruntung
saat aku lari, masih ada yang menyelamatkan aku. Seorang bapak dan ibu yang aku
lupa namanya, menyuruh ku masuk ke rumahnya. Rupanya mereka kasihan melihatku
berlari kesetanan. Sesampai di dalam rumah, mereka menyuruhku diam dan
bersembunyi di lemari kamar.”
Sekelompok pemuda itu masih menyisir area rumah sekitar
tempat persembunyianku. Bahkan bapak dan ibu yang menyembunyikan aku turut
diinterogasi. Kudengar mereka bahkan mengancam bapak dan ibu itu.
“Beneran
tidak ada amoy lewat sini?? Awas kalau bohong kalian berdua juga bisa saya
bunuh.” kata si lelaki sambil meludah.
“Aku
menangis. Di lemari yang sempit itu pikiranku kacau dan tak terasa aku
menangis. Tidak kubayangkan ini terjadi padaku. Hampir saja aku jadi korban
kebuasan manusia-manusia biadab itu. Sial sekali jadi China, pikirku.”
Si nenek berusaha nampak tegar. Dia menyeka air matanya.
Kisah ini berusaha dia pendam. Tidak pernah sekali pun diungkit lagi. Dia
merasa tidak ada gunanya mengungkit dan menuntut. Toh pemerintah tidak akan
mendengarkan.
“
Sampai saat ini masih banyak yang memilih bungkam dan tidak cerita apa-apa
tentang kekerasan seksual massal pada etnis Tionghoa saat itu. Bungkam lebih
baik daripada kami bersuara tapi tidak ada tindak lanjutnya.”
Aku terbius. Hanya bisa duduk termangu mendengarkan cerita
si nenek. Tidak kubayangkan betapa mencekamnya saat itu. Belum lagi trauma yang
dialami si nenek. Pasti sangat membekas. Teriakan, hinaan, semuanya pasti
terekam dalam memorinya. Baru kali ini aku mendengar langsung mengenai
kekerasan seksual yang dialami saat kerusuhan 98 lalu.
Kupegang
tangan nenek itu. Aku peluk dia. Tiba-tiba dia menangis sambil memelukku erat.
Sudah lama sekali dirinya ingin melampiaskan traumanya. Aku menjadi tempatnya
menangis.
“Semoga
tidak akan terulang lagi ya nak. Kakak nenek juga termasuk korban ini semua.
Korban ketidaktahuan orang tentang kebhinekaan negeri ini”. Ternyata kakak si
nenek termasuk korban meninggal akibat pengeroyokan saat kerusuhan Mei 98 itu.
Dia sedang dalam perjalanan mencari si nenek. “Hingga sekarang, nenek tidak
pernah tahu siapa yang membunuh kakak nenek.”
Rasanya sudah cukup. Aku merasa tidak perlu terlalu banyak
membebani si nenek. Dia sudah menyampaikan luka hatinya. Luka yang masih
membekas. Luka yang masih basah oleh goresan trauma. Aku pun pamit meninggalkan
panti jompo.
Sepanjang perjalanan, aku terus memutar memoriku kembali.
Saat di mana aku sering mengalami pelecehan akibat statusku sebagai keturunan
Tionghoa. Aku pun jadi teringat sebuah tulisan yang ditulis oleh idolaku, mbak
Andi Yentriyani dari Komnas Perempuan :
Hari ini sudah kuputuskan, aku tidak
mau hidup sebagai orang yang tunduk dan selalu ketakutan, hanya karena bermata
sipit dan berkulit kuning, hanya karena menjadi perempuan. Setiap orang
seharusnya dapat hidup sebagai orang yang punya hak dan sama dengan yang
lainnya, sebagai manusia, sebagai warga negara sah negeri ini
Sepenggal
paragraf yang ditulis mbak Yentri mengingatkanku. Aku bagian dari etnis ini dan
bangsa ini. Dan aku menolak untuk diam.
Selamat Datang di Blog Pak Ziqi
Hari Guru dan Kemerdekaan Belajar
Come on Guys, Stop Invasion!
Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine The mom...
-
Selamat menyaksikan karya pertama saya dalam PPG Daljab 2020 ini. Jika telah selesai melihat, silakan mengisi link daftar hadir di sini : h...
-
Halo para peserta olimpiade APBN 2020. Seleksi online akan kembali diselenggarakan Politeknik Keuangan Negara STAN pada 29 Agusuts 2020 mend...
-
Definisi Perubahan Sosial Pada pertemuan pertama, kita akan mengawali belajar mengenai perubahan sosial. Ada kah yang pernah menge...