Sunday, July 19, 2020

Cerpen Lepas

Lepas

Oleh : Masbahur Roziqi

Penulis adalah guru BK SMA Negeri 2 Kraksaan Kab. Probolinggo, Jawa Timur

“Pak saya mau berhenti saja.”

Ucapan itu bagai petir menggelegar di siang bolong. Sebelum mendengar itu, aku masih terpaku dengan tumpukan berkas hasil tes EQ para muridku. Kini perhatianku dipaksa beralih. Aku lihat sumber suara itu. Sambil memicingkan mata, berusaha kukenali sosok siswi yang tepat duduk di depan mejaku ini.

Sek, sek, enteni, ada apa tho nduk, ayo lungguh dhisik.”

Kulihat dia menghela napas panjang. Bahkan hembusannya sampai terasa di wajahku. Dia memonyongkan mulutnya. Perlahan ditariknya kursi plastik berwarna hijau yang ada di sebelah kanannya. Tangannya bersedekap di perut. Dia melihat ke bawah.

“ Hmmmmm.......”

“Ayo ada apa sih nduk?”

“Gimana ya pak...”

“Tadi kamu bilang mau berhenti, berhenti apa maksudnya. Silahkan cerita, mungkin bapak bisa membantu. Pelan-pelan saja dan terbuka ya”

“Nggak jadi deh pak.”

Siswi ini langsung bangkit dan berjalan cepat ke arah pintu keluar. Asyem. Umpatku. Tanpa sadar kata itu terbersit dalam pikiran. Aku hanya bisa tercenung. Belum juga tahu nama dan kelasnya, eh siswi itu sudah pergi. Pekerjaan Rumah (PR) nih, gumamku.

Lemari data siswa jadi tempatku menyibukkan diri. Sebagai guru, aku memang memiliki data siswa. Mengenai siswi “misterius” tadi, aku sungguh penasaran. Aku ingat wajahnya. Kutelusuri satu persatu data mulai kelas X hingga kelas XII. Dan, nah ketemu!! N-i-n-d-i...

**

Siang ini aku sungguh tidak semangat. Padahal sudah pulang sekolah. Kalau melihat teman-teman, rasanya iri. Aku masih kelas X. Umurku masih 16 tahun. Masih waktunya bermain dan belajar. Ini masih SMA, aku seharusnya tidak galau seperti ini. Tapi kondisi ini..... Ah entahlah. Mungkin sudah takdir. Rasanya ingin aku hempaskan saja tubuh ini. Beberapa alternatif tempat sudah aku pikirkan. Pinggir jurang, tebing laut, atau tepi jalan tol. Banyak sekali. Masih bingung memilih. Mungkin nanti, kalau aku sudah benar-benar capek.

Kulihat lelaki berkumis itu sudah berdiri di depan mobilnya pas dekat pintu gerbang sekolah. Mobil sedan putih. Kacanya gelap. Segelap orangnya aku pikir. Muak aku melihat orang yang lebih pantas kupanggil om ini. Seperti biasa dia selalu tersenyum menyeringai. Padahal giginya jelek. Ah orang ini tidak ada bagus-bagusnya.

“Halo sayang, mau kemana hari ini rencananya?”

“ Terserah” ujarku sambil membuka pintu mobil bagian depan.

“ Waw jangan cemberut begitu donk sayang,” kata lelaki itu sambil memegang daguku.

“ Ayoo mau pergi atau nggak nih. Aku pulang sendiri deh kalau kelamaan di sini.”

“ Iya iya sayang, ayo kita pergi ke tempat biasanya yaa, hehehe.”

Mobil putih itu pun meluncur pergi. Tapi tidak dengan kegalauanku. Selalu seperti ini. Lelaki berkumis ini pasti selalu menjemputku sepulang sekolah. Tidak sekedar menjemput. Dia selalu minta dilayani nafsunya. Ya, nafsu birahinya. Minimal sebulan tiga kali. Aku terpaksa melayaninya. Dia selalu mengancamku, mengancam ibuku, mengancam kami berdua. Siapa lelaki berkumis itu? Dia lah selingkuhan ibuku. Dia datang saat ayah ku tidak lagi peduli pada ku dan ibu. Saat ayah hanya datang pada ibu untuk memukul dan bertengkar.

“ Buuu, aku tidak mau lagi digituin om itu buuu. Aku muak, aku males lihat orang itu.”

“ Sudah lah Nak bertahan saja. Dapat dari mana uang kalau tidak dari Mas Rokib, nak. SPP dan tanggungan sekolahmu masih belum lunas.”

“ Biar aku cari kerja saja, Bu.”

“ Jangan Nak, kamu harus sekolah.”

“ Aku malu bu sama teman-teman. Daripada bergantung sama om itu terus.”

“ Biar sudah Nak, yang penting kamu dapat uang buat sekolah.”

“ Kalau gini aku ingin keluar sekolah saja bu.”

Ibuku terlihat naik pitam. Dia mulai mengumpat.

Arep dadi opo gak sekolah kon!! Wes uripe ibukmu ancur ngene, kon arep melu-melu ha!! Sudah turuti ae om Rokib iku!!”

Percakapan itu terlintas kembali dalam ingatanku. Wajah ibuku, ayah, dan diriku sendiri. Ingin aku robek ingatan itu. Bebanku semakin berat. Kulihat bangunan hotel itu sudah tampak tidak jauh dari sedan yang kutumpangi. Rutinitas bulanan ku dengan om jahanam itu kembali dimulai.

**

Informasi yang kudapatkan sukses membuatku pusing. Nindi, siswi kelas X A1 termasuk yang sering menjadi keluhan para guru. Mulai tertidur saat jam pelajaran, sering terlambat masuk sekolah dan masuk kelas, hingga sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Aku telusuri data keluarganya. Ayahnya sopir truk, dan ibunya pekerja rumah tangga. Saat SMP termasuk siswi yang aktif di OSIS.

“ Nindi hari ini masuk?” tanyaku pada ketua kelas X A1, Joseph Bintoro.

“ Tadi masuk Pak, tapi sekarang sudah tidak di kelas lagi Pak. Tadi izin,”

“Kemana?”

“ Tidak tahu Pak. Oh itu Pak, Nin sini dipanggil Pak Aryo”

Nindi terlihat terkejut saat Joseph memanggilnya. Dia berjalan perlahan ke arah ku. Wajahnya sesekali menunduk. Aku mempersilahkannya masuk ke ruanganku. Kupilih sofa tamu untuk kami berkomunikasi.

“ Nin, masih ingat bapak kan? Coba Nindi ceritakan yang kemarin Nindi ke sini.”

“ Tidak ada apa-apa Pak. Hanya iseng”

“ Hanya iseng? Tapi bagi bapak itu bukan iseng. Apakah yang Nindi pikirkan?”

“ Saya permisi Pak” sambil dia bangkit dan beranjak pergi.

Dengan refleks, aku memegang tangannya. Ekspresinya tidak kuduga. Dia melotot. Matanya berkaca-kaca. Wajahnya memerah.

“ Lepaskan tangankuuuu!!!!” teriaknya sambil menghempaskan tangannya dari peganganku. Dia langsung berlari keluar ruangan.

Sekali lagi, Nindi membuatku melongo....

**

Aku terus berlari di lorong sekolah. Jantungku berdegup kencang. Pegangan tangan pak Aryo, entah mengapa membuatku merasa jijik. Aku muak melihat tangan lelaki dewasa menyentuh anggota tubuhku. Bahkan mungkin aku bisa dibilang trauma. Kuhempaskan saja tangannya. Emosiku memuncak. Bayangan pria menjijikkan yang sekarang menjadi kekasih gelap ibuku kembali muncul. Aku mau muntah tiap mengingatnya.

Sudah sejak SMP aku menjadi budak nafsunya. Genggaman tangan pak Aryo tadi refleks mengingatkanku pada perlakuan yang selama ini aku terima dari pria jahanam bernama Rokib itu. Sudah tidak terhitung berapa kali dia menggerayangi tubuhku. Dan aku hanya bisa pasrah. Pria ini yang membiayai seluruh biaya sekolahku sejak SMP. Dia pula yang memberi ibu uang belanja untuk makan kami sehari-hari. Ibu ku pun menyerah padanya.

Tapi kali ini aku sudah tidak kuat. Perutku mual. Rasanya ingin muntah. Kepalaku pusing. Sejenak aku bersandar ke dinding. Beberapa siswi kelas lain menghampiriku. Tak kudengar jelas suara mereka. Hanya seperti bergumam. Samar-samar. Kurasakan mereka memapahku. Ruang UKS menjadi tempat tujuan mereka.

**

Aku hanya ingin lepas. Lepas dari pria jahanam itu. Lepas dari ruwetnya hubungan ayah dan ibuku. Lepas dan bebas menggapai impianku. Pak Aryo menjadi tempat teduhku. Berdialog dengannya di UKS membuatku tenang. Agak menyesal tidak berbicara dengannya lebih awal. Kata-katanya meneduhkan hatiku.

Pulang sekolah, aku tidak lagi dijemput pria jahanam itu. Pak Aryo mengantarkan aku. Dia bersimpati kepadaku. Beberapa kali dia menggenggam tanganku saat terbaring lemah di UKS. Senyum selalu menghiasi wajahnya tiap berbicara denganku. Pak Aryo memboncengku dengan motornya.

Motor itu pun melaju di jalanan kota kelahiranku. Semilir angin menerpa badanku. Namun itu tidak lama. Aku memandangi jalan yang kami lalui. Arah jalan yang membuatku selalu bergidik jijik tiap melewatinya. Namun aku tidak berani bersuara. Di depanku adalah guruku. Orang yang kuhormati setelah ayah ibuku. Laju motor berhenti. Tepat di depan bangunan brengsek yang sangat aku benci. Hotel laknat tempat si Rokib menggarapku.

“ Ayo Nin.” ujar pak Aryo sambil tersenyum.

“ Tapi pak ini....”

“ Ayo lah ini untuk menghadapi traumamu”

Ucapan pak Aryo membiusku. Dia merangkul pundakku. Sampai resepsionis, dia memesan kamar. Digandengnya tanganku.

“ Kali ini kamu tidak akan kecewa. Ayo sayang.” Sorot matanya seperti sorot mata Rokib si pria jahanam itu.

Tubuhku mendadak lemas. Rasanya aku belum lepas.


No comments:

Post a Comment

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...