Friday, March 9, 2018

MAKNA VONIS PEMBUNUH GURU BUDI


Memaknai Vonis Pembunuh Guru Budi

Oleh : Masbahur Roziqi

Penulis adalah guru bimbingan dan konseling SMK Negeri 1 Probolinggo sekaligus anggota Persatuan Guru Republik Indonesia Kota Probolinggo

Vonis yang dinanti telah tiba. Pembunuh guru Achmad Budi Cahyanto (ABC), guru SMAN 1 Torjun,  Sampang Madura, HL, 17 tahun, telah dijatuhi vonis penjara selama enam tahun. Vonis perkara tindak pidana anak bernomor 2/Pid.Sus-Anak/2018/PN Spg itu diucapkan  majelis hakim anak Pengadilan Negeri Sampang dengan suara bulat tanpa perbedaan pendapat pada Selasa (6/3/2018) lalu. Hakim juga memerintahkan HL dipindahkan ke LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) kelas 1  Blitar untuk menjalani masa pidananya. Baik penuntut umum maupun kuasa hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan hakim.
Dalam vonis tersebut, hakim juga meyakini terdakwa melanggar pasal 338 KUHP yakni menghilangkan nyawa dengan sengaja. Artinya pelaku dengan kesadaran penuh melakukan pemukulan yang berujung pada kematian korban.
Penulis berinisiatif mengambil sampel satu kelas untuk mengetahui pendapat para murid terkait vonis pembunuh guru Budi pada Kamis (8/3/2018). Hasilnya, dari total 30 anak, 20 anak merasa vonis hakim terlalu ringan, 4 anak merasa vonis hakim sudah tepat, dan 6 anak menyatakan tidak berpendapat. Metode dilakukan dengan meminta murid menuliskan pendapatnya mengenai vonis tersebut.
N, salah seorang murid yang tidak setuju dengan vonis hakim mengatakan walau berstatus seorang pelajar dan kategori anak-anak, HL telah bertindak melampaui batas. Tindakannya sangat keji. Sebagai seorang murid, HL justru membunuh seseorang yang telah memberinya ilmu, dan kedua, dia telah membunuh seorang calon ayah. HL juga telah membuat seorang anak menjadi yatim.
Para murid tersebut bahkan mengusulkan pelaku dihukum setimpal. Yakni hukuman maksimal seumur hidup atau hukuman mati. Alasannya, pelaku telah menghilangkan nyawa seorang pendidik. Apalagi saat jam pembelajaran. Waktu dimana seorang guru mencurahkan segala usahanya untuk mencerdaskan murid. Kepada guru saja si pelaku mampu membunuh apalagi terhadap orang lain.
Berbagai pendapat tersebut bisa dimaklumi. Hal tersebut merupakan ekspresi kegeraman para murid kepada pembunuh guru. Hingga saat ini, sebagian besar murid Indonesia menganggap guru adalah orang tua mereka di sekolah. Bersenda gurau, curhat, hingga berdiskusi bersama mereka lakukan bersama guru di sekolah selain dengan teman-temannya. Bahkan tidak jarang ada saja murid yang bersikap manja kepada gurunya. Kedekatan emosional ini lah yang akan menyulut kegeraman ketika para murid merasa guru disakiti.
Berkaca dari vonis dan reaksi para murid tersebut, sekolah dan orang tua perlu memaknai dengan beberapa tindakan konkrit. Pertama, sekolah perlu terus membangun iklim kolaborasi diantara murid dan guru. Artinya dalam setiap pembelajaran maupun kegiatan keseharian sekolah, para guru dan murid hendaknya saling berdialog dalam mengatasi berbagai persoalan atau hambatan. Dialog dilakukan dengan suasana kondusif. Dengan bahasa yang santun sehingga suasana menyejukkan. Hindari menyatakan ketidaksetujuan dengan kata-kata dan bahasa tubuh yang merendahkan lawan bicara. Jadi, tidak ada pihak yang tersulut emosi negatifnya dengan kata atau bahasa tubuh tersebut. Baik guru maupun murid bekerjasama untuk merealisasikan hal tersebut.
Kedua, orang tua perlu menciptakan suasana keterbukaan bersama anak. Seperti menerapkan waktu satu jam untuk keluarga berkumpul. Tidak diperbolehkan anggota keluarga untuk bermain gadget saat family time (waktu keluarga). Semua gadget dimatikan atau disetel hening dan diletakkan di kamar masing-masing. Saat waktu itu lah setiap anggota keluarga bisa berbagi mengenai pengalaman atau apa yang telah dilakukan dan dirasakan selama satu hari itu. Setiap anggota keluarga diberi hak untuk memberi saran atau memberi penguatan atas curhat yang dikemukakan. Kegiatan ini sebaiknya diakhiri dengan kegiatan saling memeluk dan mencium kening. Orang tua kepada anak dan anak kepada orang tua. Tujuan kegiatan ini agar tercipta kehangatan dalam keluarga. Saat anak merasa menemukan kehangatan dalam keluarga, maka akan meminimalkan tingkah laku malasuai pada anak. Baik saat di masyarakat, maupun di sekolah.
Beberapa cara itu memang tidak menjamin pembunuhan guru seperti yang dilakukan HL tidak akan terulang. Namun setidaknya dengan cara ini dapat tercipta iklim kekeluargaan. Baik di sekolah maupun rumah. Harapannya dengan suasana positif, maka individu yang berada di dalamnya akan terimbas melakukan hal positif. Semoga.

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...