Sunday, July 19, 2020

Hari Guru dan Kemerdekaan Belajar


Hari Guru dan Kemerdekaan Belajar
Oleh : Masbahur Roziqi
Penulis adalah guru bimbingan dan konseling SMA Negeri 2 Kraksaan Kabupaten Probolinggo
Tahun ini kembali kita memperingati hari guru nasional. Tepatnya tanggal 25 November 2019 besok. Ada yang berbeda pada tahun ini. Menteri pendidikannya baru. Pidatonya pun juga baru. Kali ini tidak lagi panjang lebar. Tidak lagi membutuhkan waktu lama. Bahkan kata-katanya pun padat. Tidak retoris. Sorotan utamanya: kemerdekaan belajar murid-guru dan pembebasan guru.
Penulis membandingkan dengan pidato mendikbud pada peringatan hari guru tahun lalu. Lebih pendek satu halaman. Lebih to the point. Tidak muter-muter dengan jargon. Kata-katanya singkat dan padat. Khas anak muda milenial saat ini. Mendikbud Nadiem Makarim langsung menyasar pada kegalauan para guru yang terpendam selama ini. Simak saja sebagian kutipan pidatonya ini:
“Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai kepentingan”
Nadiem memastikan kemerdekaan belajar harus terjadi. Tentunya ini bertolak belakang dengan pola pikir pendidikan selama ini yang biasa top down, bukan bottom up. Sehingga dia mengatakan proses perubahan ini pasti sulit dan penuh ketidaknyamanan. Guru, menurutnya perlu menjadi bagian dari perubahan tersebut.
Ada beberapa langkah perubahan kecil yang dia tawarkan dapat mulai dilaksanakan para guru dalam mencapai visi kemerdekaan belajar. Pertama, ajak lah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Para murid era saat ini tidak lagi hidup seperti era saya menjadi murid. Arus informasi dan keterbukaan informasi publik telah tersedia. Murid tidak lagi harus ke warnet untuk mengakses internet. Cukup dengan gawai ponsel pintar atau laptop yang dilengkapi jaringan wifi sekolah atau paket data sendiri, mereka telah mampu menjelajahi dunia. Terhubung dengan banyak jaringan sosial pertemanan. Baik dalam negeri maupun luar negeri.
Artinya selain melatih mereka untuk mendengar, mereka perlu didengar pendapatnya. Ajak para murid berdiskusi pada setiap pertemuan di kelas. Entah itu kelas dalam arti ruangan kelas atau kelas dalam arti belajar di luar ruangan. Beberapa kali saya akui banyak mendapat saran dari para murid ketika mengajak mereka berdiskusi mengenai suatu topik. Dan pendapat murid itu dapat menjadi pertimbangan saya setiap melakukan proses pelayanan pada peserta didik.
Kedua, berikan kesempatan pada murid untuk mengajar di kelas. Mendikbud ingin menerapkan pembebasan guru dan murid. Pembebasan seperti apa? Pembebasan dari kejumudan peran selama ini. Yakni guru mengajar, murid diajar. Tidak lagi saklek seperti itu. Namun bisa pula terjadi sebaliknya. Ini tidak hanya berarti kita fokus pada materi ajarnya. Melainkan untuk melatih murid menumbuhkan empatinya. Ketika guru meminta mereka juga mengajar, murid akan berlatih bagaimana merasakan posisi sebagai seorang guru yang bertugas mengajar di depan kelas. Bagaimana kesulitannya, keasyikannya, hingga kesan lainnya saat mengajar “murid-murid” yang notabene adalah temannya sendiri. Ini penting karena murid akhirnya juga merasakan berperan menjadi guru, dan tidak hanya mendengar dari bangku saja.
Dan tidak menutup kemungkinan pula dari program murid mengajar itu akan muncul ide-ide baru. Bisa pula suara hati yang tidak terdengar selama ini, bahkan curah gagasan terdalam yang selama ini tabu diutarakan karena ada hambatan peran. Para guru tentu perlu menyiapkan mental untuk menampung ini dan menjadikannya sebagai kamus pengalaman.
Ketiga, cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Saya akui sudah banyak yang mungkin telah melakukan ini. Mengajar para murid berempati kepada lingkungan sekitar. Bersama para murid melakukan suatu aksi sosial untuk berempati kepada sesama manusia dan lingkungan. Contohnya proyek bakti sosial lingkungan bersih. Para peserta didik kita ajak tiap hari untuk memastikan lingkungan kelas dan sekitarnya bersih. Tidak berserakan sampah plastik. Peduli pada kebersihan dan kelestarian alam. Demikian pula ketika kita ajak peserta didik memahami perjuangan para petani di sekitar lingkungan sekolah. Dan beberapa bahkan menjadi bagian dari petani tersebut. Tentu akan memunculkan empati bersama bahwa perjuangan menjadi petani adalah perjuangan merawat kemanusiaan. Memenuhi suatu tugas menyejahterakan keluarga dan mempertahankan kedaulatan pangan Indonesia. Hal ini juga berlaku sama dengan aksi bakti sosial lainnya.
Keempat, temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Setiap murid memiliki potensi. Tidak terkecuali murid yang kurang percaya diri. Mereka tidak boleh ditinggal. Guru perlu terus mengajak mereka mengeksplorasi kemampuan dirinya. Mengenal bakatnya. Apa yang menjadi kelebihan dan memaksimalkan kelebihan itu. Tidak menutup kemungkinan mereka memiliki kecerdasan lain seperti olahraga, seni, atau bahkan kecerdasan lainnya. Ini yang perlu terus diasah dan kelak menjadi bagian pengembangan diri bagi murid tersebut.
Kelima, tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan. Selain menawarkan pembebasan dalam kaitannya interaksi guru-murid, perlu pula untuk terus meningkatkan kolaborasi antar sesama guru. Guru juga manusia yang pastinya akan mengalami berbagai hambatan. Guru bukan dewa yang pasti bisa menyelesaikan semua problematikanya sendiri. Tiap guru perlu saling berkolaborasi untuk memecahkan persoalan. Jangan sungkan dan gengsi menawarkan bantuan. Yakin lah bahwa dari setiap kolaborasi, akan muncul kepercayaan diri untuk selalu mengabdi dan melayani pendidikan.
Penulis sendiri merasakan manfaat berkolaborasi ini. Persoalan yang dihadapi pada unit kerja bisa perlahan terselesaikan dengan saling berdiskusi dan membantu. Setiap guru memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri. Jika dipadukan, akan menjadi sebuah modal besar bagi sekolah untuk terus maju dan berkembang.
Namun catatan penting yang masih menjadi PR tentunya adalah nasib dan kesejahteraan guru honorer. Baik di sekolah negeri maupun swasta. Penulis berharap, mendikbud baru juga menjadikan ini sebagai agenda prioritas. Sehingga hari guru juga semakin bermakna. Selamat hari guru, dan  semangat selalu berjuang melayani bangsa ini dengan penuh dedikasi dan keikhlasan.


No comments:

Post a Comment

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...