Thursday, July 14, 2022

Come on Guys, Stop Invasion!

 Affirm Position, Condemn Invasion!

Masbahur Roziqi
The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine

    The moment of national awakening is still gray. Indonesia's position is not firm. Still afraid. It's even more safe. Instead of following the constitutional mandate of the opening of the 1945 Constitution. Neglecting the spirit of national revival against colonialism. This context relates to the Russian invasion of Ukraine. Which is still ongoing. As a result, Indonesia faces a dilemma as the leader of the G-20. Countries that oppose Russia's invasion of Ukraine plan to boycott the G-20 meeting in Bali.
    This Russian invasion should be able to act immediately. How is it handled? Condemn the Russian invasion. Emphasize Indonesia's support for the struggle of the Ukrainian people. They defend their homeland. Who is being attacked by foreign nations.
    Indonesia has experienced colonialism. No stranger to military aggression. Should have been able to empathize. Also feel. Not good. The pretext of Russia's invasion of Ukraine is not justifiable under any circumstances. This is the same as the Dutch pretext for invading Indonesia. This time Russia was the culprit to Ukraine. They are just looking for an excuse to seize the territory of another country. It tarnishes the sovereignty of Ukraine as an independent country.
    Let's take a moment to examine the reasons for the Russian president, Vladimir Putin. There is some reasons. First, the Russian invasion to protect Russia from NATO aggression (European regional military defense pact). The critical question we can ask is, has NATO ever attacked Russia? Has Ukraine ever invaded Russia? The answer is clearly no.
    The second reason, Russia invaded to protect oppressed Russian speakers in the Donetsk and Luhansk regions. The two regions are in Eastern Ukraine. Direct border with Russia. The question is, why did Russia interfere in the internal affairs of Ukraine? Aren't Donetsk and Luhansk still under Ukrainian sovereignty? Why should we intervene in the sovereignty of an independent country with military force?
    These questions are actually enough for Indonesia to conclude that Russia has been proven to have carried out military aggression. It's not Russia's internal business. Indonesia should understand this. What if that condition occurs in Indonesia? What if Papua is attacked by the military of a neighboring country/other country? Will Indonesia agree to the operation to liberate Papua by other countries? Surely again the answer is no.
With regard to the G-20 presidency, it is time for Indonesia to be more assertive. Okay, if Russia is invited, the step of inviting Ukraine is also very appropriate. Because this is a symbol that Indonesia does not turn a blind eye to the Russian invasion.
    But that's not enough. Indonesia should have condemned the Russian invasion. Remember the history of our independence first. Dmitry Manuilsky, the envoy of the Ukrainian Soviet Socialist Republic, played a major role in urging the UN Security Council (United Nations) to investigate the Dutch military aggression against Indonesia.
In addition to condemning the Russian invasion, Indonesia should also condemn the massacre of civilians in Bucha, a city near Kyiev, the capital of Ukraine. The Russian military is strongly suspected of massacring civilians in Bucha before they resigned. Of course this atrocity is very concerning. As a country that upholds human rights, Indonesia should condemn Russia's military atrocities.
    Indonesia also actually cannot use Russia's investment reasons not to condemn the Russian invasion and ignore the Russian military's crimes against humanity in Bucha. Quoted from the website of the Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia (BKPM RI) based on investment rating data, the value of Russian investment in Indonesia is not too fantastic. Throughout 2014-2021, Russia's investment value is USD 65 million or equivalent to Rp. 965 billion. This investment is much smaller than the two countries that were vehemently opposed to Russia's invasion of Ukraine. Call it the United States and Britain.
    The investment value of the United States in Indonesia during 2014-2021 is USD 10 billion or equivalent to Rp. 158 trillion. There is also the value of British investment in the same period of USD 4 billion or equivalent to Rp. 60 trillion. The value of this investment is many times greater than the value of Russian investment. So it is not appropriate for Indonesia to have a reason to protect Russian investment.
    Finally, before the G-20 event begins, Indonesia must affirm its position. First, condemn the invasion that Russia launched into Ukraine since February 24, 2022. Second, condemn the crimes against humanity that the Russian military committed against Ukrainian citizens in Bucha, Ukraine. Third, encourage the International Criminal Court (ICC) to immediately conduct an investigation, investigation, and prosecution of alleged crimes against humanity committed by the Russian military on Ukrainian soil. Fourth, urge Russia to cooperate with the ICC. Regarding the investigation of Russian generals, officers and servicemen for crimes against humanity during their invasion of Ukraine. Only with this step will Indonesia be able to consistently observe

Wednesday, July 13, 2022

3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 Program Berdampak pada Murid, Mengapa Tidak?

Oleh : Masbahur Roziqi 

Calon Guru Penggerak SMAN 1 Kraksaan Angkatan IV kelas 91



    Nano nano. Itu ungkapan kata saya saat menulis awal tentang aksi nyata modul 3. Banyak warnanya. Warna yang dominan tentu warna cerah. Seru sekali. Seperti yang saya tulis pada refleksi modul 2 dan 1. Selalu ada kejutan dan hal baru pada tiap modul. Ini sungguh mengasyikkan. 

    Pada aksi nyata modul 3 ini ternyata juga tidak kalah seru. Menjadi pemimpin pembelajaran untuk pengembangan sekolah jadi menu utama modul terakhir Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Terbagi menjadi tiga, mulai dari pengambilan keputusan, pemimpin pengelolaan sumber daya, hingga pengelolaan program berdampak pada murid. Aksi nyata yang saya pilih berkaitan dengan program sekolah antikorupsi untuk kelas X. Dalam hal ini kelas X MIPA 3. 

    Program sekolah antikorupsi saya pilih karena semakin masifnya praktik korupsi yang sebagian telah diekspos oleh media massa. Tidak hanya skala nasional, melainkan pada tingkat lokal kabupaten Probolinggo. Sebut saja kasus tindak pidana korupsi yang telah menjerat bupati Probolinggo aktif, Puput Tantriana Sari, atau biasa disapa bu Tantri. Tentu fenomena ini menjadi pemantik pentingnya para murid untuk mengenal, memahami, menginternalisasi, dan akhirnya mampu melawan korupsi. 

    Para murid juga bagian dari masa depan negeri ini, sehingga alasan untuk mengenalkan korupsi pada fase perkembangan mereka yang sudah berpikir abstrak, justru akan lebih mengena. Murid pada tingkat SMA dapat saya ajak untuk mengenali fenomena korupsi melalui berbagai contoh. Ada berita media online hingga film antikorupsi indie yang bisa digunakan sebagai media layanan. 

    Aksi nyata sekolah antikorupsi saya awali dengan diskusi bersama para murid kelas X MIPA 3. Saya menggali mengenai perspektif mereka terkait pengalaman antikorupsi. Kemudian bersama para murid memutuskan menggali tentang pengalaman dan pengetahuan antikorupsi melalui film antikorupsi. Film yang dipilih merupakan film yang telah memenangkan penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dengan judul Persenan. 



    Film tersebut para murid X MIPA 3 pilih karena kedekatan mereka terkait profesi yang menurut mereka baru yaitu sebagai pekerja kreatif dalam dunia perfilman. Dalam film antikorupsi itu para pekerja film menghadapi tantangan berupa kejahatan korupsi yang mereka hadapi saat berurusan dengan birokrasi. 

    Kegiatan pendidikan sekolah antikorupsi dimulai dengan melihat film antikorupsi Persenan. Kemudian masing-masing anak yang terbagi dalam kelompok kecil melakukan refleksi. Apa yang mereka rasakan ketika menjadi korban korupsi yang dialami pekerja film dalam film tersebut? Bagaimana sikap mereka ketika menghadapi oknum aparat birokrasi yang korup serta memeras mereka dengan menggunakan kuasa dan kewenangannya?

    Diskusi berlangsung intens dan tiap anak menyusun dialog antar anggotanya melalui hasil diskusi. Kemudian mereka berbagi hasil interdialognya dalam satu kelompok kepada teman satu kelas. Pada tahap ini sungguh seru. Banyak murid menyampaikan pertanyaan dan pendapatnya berkaitan dengan bahasan dari kelompok yang maju. Sekaligus secara mandiri mereka menunjukkan apa yang ki Hadjar Dewantara sampaikan yakni, para anak didik diharapkan dapat membenci kejahatan dan cinta pada kebaikan. 



    Lalu jika muncul pertanyaan, bagaimana perasaan saya saat melaksanakan aksi nyata? Saya bahagia sekali melaksanakan aksi nyata bersama para murid. Sebab saya mendapatkan gagasan-gagasan baru mengenai antikorupsi dari para murid. Seperti misalnya perlunya mengadakan pekan antikorupsi saat seminggu jelang hari antikorupsi sedunia setiap tanggal 9 Desember. Kemudian ada pula ide membuat teater antikorupsi, berkolaborasi dengan ekstra teater SMAN 1 Kraksaan. Yang penting pula saya merasa senang, para murid mulai berempati kepada korban korupsi, dan menyadari korupsi dapat mengancam keberlangsungan nasib negara ini kelak. Termasuk masa depan mereka dan keturunan mereka kelak. Sehingga mereka bersedia untuk turut serta berjuang melawan korupsi dengan peran masing-masing. 

    Selain itu saya mendapatkan pembelajaran dari kegiatan aksi nyata ini baik dari keberhasilan maupun kekurangan/kegagalan. Dalam aksi nyata ini saya berhasil memantik murid untuk menumbuhkan empatinya terhadap korban korupsi, dan memantik mereka memunculkan gagasan-gagasan antikorupsi. Kemudian bisa pula memunculkan kepedulian mereka terhadap praktik korupsi yang menggerogoti negeri ini. Ada pun kegagalan yang dialami yakni belum terwujudnya kolaborasi bersama guru mata pelajaran lain dan wali kelas untuk menggemakan kegiatan aksi nyata ini melalui kegiatan besar di sekolah. Misal pekan antikorupsi sekolah. Hal ini saya upayakan untuk bisa dikelola dengan nantinya mengusulkan program pekan antikorupsi pada program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pada bulan Desember. Bertepatan dengan hari antikorupsi sedunia. 

    Sementara itu, perbaikan terus saya upayakan rencanakan dan lakukan dari hasil pembelajaran atas pelaksanaan aksi nyata modul 3 ini. Yakni lebih menguatkan kolaborasi lagi dengan guru lintas mapel dan anak-anak esktra teater dalam melaksanakan pekan antikorupsi pada bulan Desember. Ini sebagai bentuk makin menguatkan dampak sekolah antikorupsi. Yakni menumbuhkan budi pekert atau watak murid yang antikorupsi. Semoga. 


Monday, May 30, 2022

KAM 3.2.a.9- Pengelolaan Sumber Daya

   Oleh : Masbahur Roziqi (CGP Angkatan IV Pendidikan Guru Penggerak)
 Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya. Keren sekali. Saya sangat menikmatinya. Belajar mengenai kepemimpinan pembelajaran. Belajar pula tentang pengelolaan sumber daya. Keduanya saling terkait. Tidak terpisahkan. Bagian integral satu dengan lainnya. Ketika menguasai kepemimpinan maka untuk selanjutnya harus menguasai pengelolaan sumber daya. Dan tentu ujungnya nanti untuk membuat program yang berdampak bagi murid. 
    Ketika menjadi pemimpin pembelajaran, kita belajar banyak hal mengenai paradigma pengambilan keputusan. Bahwa pengambilan keputusan itu bukan hanya mengenai bagaimana memutuskan sesuatu an sich. Melainkan ada beberapa paradigma yang wajib seorang individu perhatikan. Seperti paradigma mengenai bujukan moral dan dilema etik. Agar tidak terjebak pada keputusan yang lebih banyak blunder bagi pelaksanaan program itu sendiri. 
    Nah kepemimpinan pembelajaran itu menurut saya juga berkelindan dengan pengelolaan sumber daya. Ketika kita mampu mengambil keputusan berdasarkan menghindari bujukan moral dan mengelola dilema etika untuk kepentingan terbaik bagi anak, maka selanjutnya menganalisis sumber daya. Kelola kekuatan atau sumber daya yang ada. Sebaiknya menghindari fokus pada kelemahan. Namun merujuk pada apa saja sih kekuatan yang bisa kita maksimalkan. Sehingga kelemahan yang ada dapat tertutupi oleh pemberdayaan sumber daya atau kekuatan sekitar kita. 
    Saya berupaya mengimplementasikannya dengan contoh ketika saya mengajak anak-anak membuat kesepakatan kelas. Dalam penyusunan kesepakatan kelas itu saya mendorong anak untuk mengeluarkan gagasannya, mengkritisi usulan kesepakatan teman, hingga bahkan mengusulkan usulan baru. Tentu ini menjadi bagian dari pengambilan keputusan dari dilema etika. Kemudian terkait pengelolaan sumber dayanya, ini dapat dikaitkan dengan saya memperhatikan berbagai aspek. Diantaranya aspek SDM, yaitu anak-anak SMAN 1 Kraksaan terbuka dan kritis dalam menyikapi suatu topik. Ada pula mengenai budaya, yakni budaya saling menghormati dan menghargai atas pendapat teman lain. Kesemuanya saya ramu dalam topik pembuatan kesepakatan kelas tersebut. 
    Tentunya dengan penerapan pengelolaan sumber daya itu, penciptaan iklim pembelajaran berkualitas akan lebih mungkin terlaksana. Ini karena setiap aspek kekuatan atau sumber daya diperhatikan dan dimaksimalkan. Sehingga pembelajaran yang terjadi berbasis pada pemanfaatan kekuatan atau sumber daya yang sekolah miliki. Contohnya di SMAN 1 Kraksaan kita memiliki sumber daya manusia berupa dominannya guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan berbagai prestasi tingkat nasional dan daerah. Kemudian beliau-beliau juga memiliki dedikasi mendidik murid seperti anak sendiri. Hal itu ketika mampu kita kelola sebagai bagian dari sumber daya dan dirawat dengan maksimal, tentu akan menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada anak. Demikian pula dengan adanya sumber daya finansial yang cukup besar mampu mendukung pemenuhan sarana pendukung belajar bagi anak di sekolah. 
    Jika ada yang bertanya apa modul pengelolaan sumber daya ini berkaitan dengan materi sebelumnya? Saya pastikan menjawab iya. Semua materi dalam modul satu dan dua juga berkaitan dengan materi pengelolaan sumber daya. Pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional, dan coaching misalnya merupakan bagian dari keterampilan pra pengelolaan yang harus dimiliki sebelum mengelola sumber daya. Dengan menerapkan pembelajaran yang berpihak pada anak, kita akan lebih banyak peka dan mendengar. Bahkan kita bisa melatih diri untuk memiliki sensitivitas pedagogis. Sebuah kepekaan pada diri kita dalam menerapkan ilmu pedagogik dalam kehidupan profesional sebagai guru. Demikian pula dengan modul 1. Pemahaman mengenai hakikat pemikiran KHD merupakan basis bagi seorang pengelola sumber daya. Bahwa pemikiran KHD yang merupakan soko guru pendidikan nasional kita harus terpatri dan kita hayati lebih dulu dalam kegiatan analisis sumber daya yang sekolah miliki. 
Ada pun bagaimana dengan pemikiran anda sebelum dan setelah mengikuti pelatihan terkait modul ini? Perubahan itu ada. Saya mulai mengetahui apa itu aset yang harus dimaksimalkan. Dan bagaimana sebagai calon guru penggerak mampu memaksimalkan aset yang ada untuk menciptakan sebuah program yang berdampak pada murid. Hubungannya sangat erat. Ketika sebelumnya saya hanya berpikir program itu hanya dibuat oleh manajemen sekolah dan berbasis deficit based thinking, ternyata keliru. Harusnya asset based thinking. Ini yang saya peroleh. 

Thursday, April 21, 2022

KAM MODUL 3.1-Kesimpulan

     Makin mendekati akhir nih. Saya sudah mencapai modul 3.1. Temanya tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Sekarang coba saya kaitkan dengan filosofi pratap triloka. Prinsip ini tentu bisa menjadi sebuah landasan seorang pemimpin pembelajaran mengambil keputusan. Artinya sebagai pemimpin menjadi teladan dan keputusan yang diambil berdasarkan kebijaksanaan. Hasil pergumulannya menjadi teladan bersama para pihak yang terlibat dalam ekosistem sekolah. 

    Tentu dalam pengambilan keputusan itu pula akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang saya anut dan tertanam dalam diri saya. Prinsip yang saya ambil tentu juga akan mengacu pada nilai yang berada pada diri saya. Misal nilai yang tertanam adalah nilai kejujuran, tanggung jawab, bekerja keras, tentu pengambilan keputusan akan mendasarkan pada nilai tersebut. 

    Kegiatan terbimbing yang saya lakukan pada proses coaching dengan fasilitator dan pengajar praktik berjalan sangat lancar. Dengan fasilitator, saya mendapat coaching berkaitand dengan pengujian dan penguatan atas pengambilan keputusan yang telah saya ambil. Pembeda dengan pendamping, fasilitator banyak berkomunikasi melalui daring. Sedangkan dengan pendamping, saya banyak bertemu darat, atau offline, dan sesekali juga melalui daring. Problem dilema etika dalam pengambilan keputusan mendapat verifikasi dan validasi melaui pengujian sembilan langkah. Dan ini lah yang bersama saya lakukan dengan fasil dan pendamping pada proses coaching guna pengambilan keputusan. 

    Aspek sosial emosional dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentu tidak bisa saya lepaskan begitu saja. Aspek ini berperan penting dalam memastikan pengambilan keputusan kita. Seperti aspek keterampilan relasi dan empati. Kemampuan guru untuk mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan membawa pengambilan keputusan ke arah lebih matang. 

    Hal ini juga beralku berkaitan dengan pembahasan studi kasus yang berkaitan dengan moral dan etika. Ini tentunya kembali akan berpengaruh dengan nilai dan kondisi pengelolaan sosial emosional sang guru/pendidik. Dengan memerhatikan hal tersebut pengambilan keputusan yang tepat dan matang berpotensi sangat berpengaruh positif pada pembentukan lingkungan yang kondusif, aman, dan nyaman. Apalagi ini kaitannya dengan menumbuhkan ekosistem pembelajaran yang menjadi taman bagi anak. 

    Selanjutnya tentu selain hal positif dan kelebihan yang saya rasakan, tentu ada pula kesulitan yang saya hadapi berkaitan dengan pengambilan keputusan. Kesulitannya tentu ketika menghadapi dilema untuk kasihan kepada teman atau orang yang memiliki kedekatan dengan saya. Sehiingga keputusan yang saya ambil lebih berpotensi bias dan berpihak sesuai kepentingan saya. Sehingga perlahan memang harus terus saya latih untuk lebih berpatokan pada sembilan uji. Dan latihan ini tentu juga untuk melakukan perubahan paradigma pengambilan keputusan di lingkungan saya. 

    Demikian pula kegiatan pembelajaran yang memerdekakan murid akan erat berhubungan dengan pengambilan keputusan yang positif dan berpihak pada anak. Ketika keputusan itu berujung pada prinsip berpihak pada anak, maka pengajaran memerdekakan murid itu akan masuk di dalamnya. 

    Akhirnya memang pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran dalam ekosistem sekolah memang mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid. Semakin pengambilan keputusan sesuai dengan keberpihakan pada murid, kenyamanan dan keamanan murid, maka mereka akan mampu fokus dan menikmati perjuangan menggapai masa depannya. Demikian pula sebaliknya. Maka yang akan murid dapat adalah kondisi sekolah yang tidak mendukung pengembangan potensi murid. 

    Modul ini tentu berkaitan dengan modul sebelumnya. Modul ini merupakan muara awal yang dilandasi oleh modul sebelumnya. Modul 1 berfokus pada penguatan diri, dan modul dua berkaitan dengan interaksi dengan orang lain, dan modul ini berfokus bagaimana seorang CGP dapat melatih diri mengelola kepemimpinan dalam ekosistem sekolah. Ketiganya berkelindan untuk mewujudkan CGP yang paket komplit. Memimpin sekolah berdasarkan poteni memaksimalkan kepemimpinan pembelajaran yang selalu CGP proses lakukan. 

Saturday, April 16, 2022

Ambil Keputusan, Perlu Langkah Andalan

Oleh : Masbahur Roziqi

Calon Guru Penggerak  SMAN 1 Kraksaan Angkatan IV Kabupaten Probolinggo

     Waktu terus begeser mengantarkan saya menuju ke penghujung modul yang harus saya pelajari dari guru penggerak. Kali ini saya sampai pada modul 3.1. Apa yang terjadi? Saya kembali menggelengkan kepada dan mengernyitkan dahi. Ini materi apaan ya? Hmm, baru lagi nih. Itu lah gumaman yang saya dengarkan dari relung pikiran saya. Gumaman itu terlintas beserta pikiran penasaran ketika saya saya membaca eksplorasi konsep modul 3.1 ini. Ada beberapa konsep yang jujur belum pernah saya dengar sebelumnya. Apa saja itu?

    Ada empat paradigma, tiga prinsip pengambilan keputusan, dan sembilan langkah uji pengambilan keputusan. Ada pula dilema etika dan bujukan moral. Ketiksa saya lihat video-videonya dan kalimat pada materinya, wow saya pernah mengalami ini. Namun namanya saya tidak tahu. Terjawab sudah penasaran saya. Namanya itu dilema etika dan bujukan moral. Satu ilmu baru lagi buat saya. Terus bersumber nih ilmu di modul guru penggerak ini. 

    Bermunculan lah berbagai kegiatan lanjutan, mulai dari ruang kolaborasi hingga terakhir saya bersama kelompok melakukan penyajian hasil diskusi kami pada ruang kolaborasi. Serunya kami membahas bersama tentang demo PGRI yang membela guru dimutasi, sangat dilema etik, dan diskusinya berlangsung seru plus menyenangkan. 

        Setelah mengikuti kegiatan pengenalan dan pemahaman awal tentang pengambilan keputusan ini, saya tentunya pasti entah kapan akan mengalami atau berhadapan berkaitan dengan dilema etika. Pertanyaannya, bagaimana rencana saya ketika hal itu terjadi? Tentu ke depan saya akan menerapkan apa yang saya alami dari pengalaman mempelajari modul 3.1. Dengan menerapkan konsep-konsep mulai dari mengenal paradigma pengambilan keputusan hingga sembilan uji, pengambilan keputusan yang saya lakukan akan lebih komprehensif. 

    Ada pun mengenai efektivitas pengambilan keputusan dapat saya ukur dengan mengetahui dampak dari pengambilan keputusan tersebut. Semakin keputusan itu lebih banyak mendatangkan manfaat, maka langkah pra pengambilan keputusan tersebut sudah tepat. Proses itu juga melibatkan pihak-pihak yang menurut saya dapat membantu untuk mereview keputusan yang akan saya buat. Sehingga ada umpan balik yang saya dapatkan untuk makin menguatkan kualitas keputusan yang akan saya ambil. 

    Penerapan pengambilan keputusan ini tentunya akan saya terapkan dalam kegiatan sehari-hari saya sebagai guru dan rekan sejawat. Ada banyak dinamika yang tentunya akan terjadi pada setiap aktivitas profesional. Pada murid, saya tentu akan banyak bersinggungan kaitannya dengan layanan bimbingan dan konseling. Entah itu layanan dasar yang sudah rutin saya lakukan (bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok) atau layanan responsif berupa konseling individu, konseling kelompok. Dari gesekan dinamika itu tentu kemungkinan akan muncul dilema etika. Tentu dengan bekal melakukan uji pengambilan keputusan hingga memikirkan paradigma dan prinsip tersebut akan membuat saya lebih menikmati pengambilan keputusan dengan sistematis dan rasional. 

    Demikian juga dengan rekan sejawat. Tak jarang kita akan berhadapan dengan teman sejawat yang menyampaikan beberapa hal. Entah berkaitan dengan tugas guru atau kondisi jenjang kariernya. Bahkan kaitannya dengan pembenahan data guru di dapodik. Tentu dengan memastikan melaksanakan pencermatan pengambilan keputusan, maka kondisi deadlock dan burnout dapat saya minimalisir terjadi.

    Kalau ada yang menanyakan kapan anda akan melakukannya? Saya akan melakukannya mulai sekarang. Minimal lah kalau ingin melihat perkembangan, saya akan coba satu bulan ini melaksanakan pengambilan keputusan dalam kondisi dilema etika. Tentu harapannya apa yang telah saya pelajari dari modul 3.1 ini dapat membantu saya mengambil keputusan dengan lebih komprehensif dan manusiawi. 

Monday, March 28, 2022

KONEKSI MATERI 2.3-COACHING MANTAP BERSAMA MURID DAN TEMAN SEJAWAT!

 Tiba saatnya saya kembali berbagi koneksi antar materi pada penghujung modul dua. Tepatnya modul 2.3 yang menurut saya sangat membahagiakan. Apalagi materinya mengena sekali, coaching. Hmm, baru sih kalau saya tahunya. Setahu saya bahasa coaching itu lebih kepada hal-hal berbau kepelatihan sepak bola. Eh ternyata ada pada materi modul guru penggerak. Coaching dalam dunia pendidikan persekolahan, hmm menarik juga. 

    Benar dugaan saya, setelah saya mengikuti materi coaching ini, kereeen. Sesuai dengan yang KHD sampaikan bahwa kita membersamai anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Termasuk pula kita melatih empati kita untuk bersama teman sejawat melaksanakan tugas dengan lancar. Dengan praktik coaching ini membuat saya dan bapak ibu guru lainnya memiliki keterampilan untuk mendampingi murid dan sesama sejawat mengatasi problematika atau tantangan yang sedang mereka hadapi. 

    Dengan menguasai keterampilan coaching, saya mampu mengajak anak untuk menggali potensi dirinya. Setelah potensi tergali, maka berupaya untuk mendapatkan kekuatan dirinya menyelesaikan apa yang sedang dia alami saat ini. Coach terus memaksimalkan kemampuan bertanya dan menparafrase apa yang coachee sampaikan untuk menjadi bagian dari penyelesaian atau langkah awal penyelesaikan tantangan atau masalah yang sedang coachee hadapi. 

    Ada pun hubungan antara pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dengan praktik coaching ini tentu sangat erat. Ketiganya baagaikan satu tubuh. Saling menjiawai. Pembelajaran berdiferensiasi membutuhkan warna kompetensi sosial emosional untuk berkembang. Keduanya terwujud dalam praktik coaching ketika memberdayakan murid yang sedang mengalami hambatan. Sehingga prinsip no one left behind (sesuai moto SDG's) tetap terjaga. 

    Akhirnya modul 2 ini saya akui benar-benar sangat jozz. Saya mendapatkan banyak insight untuk terus berjuang menjadi lebih baik dalam memberdayakan anak didik. Termasuk bagaimana merancang sebuah kegiatan layanan BK atau pembelajaran berdasarkan karakter dan potensi anak. Salam guru penggerak!!

Tuesday, March 15, 2022

Koneksi Materi 2.2

KSE dan Diferensiasi, Siapa Takut?
    Saya membuka tulisan ini dengan dua topik yang saya pelajari pada modul 2.1 dan 2.2. Pertanyaan yang say ajukan pada khalayak netizen, siapa takut? Ini memiliki makna bahwa kompetensi sosial emosional dan diferensiasi itu erat sekali kaitannya. Saling melengkapi dan mengisi. Berkait satu sama lain. Percaya apa tidak? Anda tidak percaya? Mari kita diskusikan pada tulisan ini. 
Pada modul 2.1 saya banyak belajar mengenai diferensiasi. Apa itu diferensiasi hingga bagaimana sih pembelajaran berdiferensiasi itu seharusnya terjadi. Dari pembelajaran diferensiasi saya mengetahui mengenai pentingnya guru mengetahui profil belajar murid. Terutama saat akan mengajak murid untuk berproses belajar bersama dan mengalami pengalaman belajar bersama. 
    Dari diferensiasi, bisa guru ketahui tentang minat murid, gaya belajarnya, hingga kesiapan belajar murid. Sehingga guru tidak tiba-tiba melakukan penyamarataan pada murid. Melainkan bisa melakukan kelola kelas dan anak sesuai profil belajar mereka masing-masing. 
Lantas apa hubungannya dengan KSE?? Bukannya keduanya modul yang terpisah? Tentu saja ada kaitannya. Salah satu kaitannya yakni guru harus memiliki keterampilan relasi, kesadaran sosial, dan individu kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Menyadari bahwa guru dan murid merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling membutuhkan. Sehingga perlu saling memahami, terutama dengan bekal data diferensiasi yang guru telah kantongi terlebih dahulu sebelum melakukan pembelajaran. Tentu dengan kesadaran sosial, guru akan lebih berusaha memahami murid dibanding kesadaran sosial itu tidak tumbuh. 
    Demikian pula dengan keterampilan relasi, dengan memetakan profil belajar murid, maka guru akan mampu lebih menerapkan keterampilan relasinya dengan lebih baik. Murid akan terfasilitasi keunikannya dengan guru mampu menghargai keunikannya tersebut melalui keterampilan berelasi sang guru. 
    Dari beberapa hal tersebut, kaitan KSE dan diferensiasi sangat kentara terlihat. Makin humanis guru, menghargai keunikan, dan mengelola perbedaan yang ada pada murid, akan membuat pembelajaran berdiferensiasi semakin niscaya akan terjadi. Semoga berikutnya dan seterusnya, pembelajaran berdiferensiasi berbasis kompetensi sosial emosional makin menjadi trend pendidikan mengasyikkan berikutnya bagi murid. 

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...