Wednesday, February 9, 2022

Berbagi Aksi Nyata Modul 1-Keyakinan Kelas Mantap Jiwa!

Oleh : Masbahur Roziqi

Calon Guru Penggerak SMAN 1 Kraksaan Kabupaten Probolinggo Angkatan IV  

Akhirnya tiba juga saatnya berbagi. Kali ini saya akan berbagi aksi nyata saya pada modul satu. Kegiatan aksi nyata awal saya yang sangat berkesan. Mengapa berkesan? Karena ini hal baru yang saya alami. Dan tentu saja hal baru ini saya laksanakan dengan antusias. Yuk saya akan bercerita. 

    Kegiatan aksi nyata ini merupakan bagian memperkenalkan dan mengaplikasikan konsep budaya positif di sekolah. Konsep itu antara lain perubahan paradigma, mengenal disiplin positif dan teori motivasi perilaku, mengenal keyakinan kelas, mengenal pemenuhan kebutuhan dasar individu, mengenal posisi kontrol guru,  dan terakhir yakni mengenalkan segitiga restitusi. Keenam konsep budaya positif itu menjadi konsen saya dalam melaksanakan kegiatan aksi nyata di sekolah dan saat mendiseminasikannya pada bapak ibu guru di SMAN 1 Kraksaan. 

Budaya positif ini sungguh ideal jika bisa konsisten kita terapkan di sekolah. Dengan mengenal posisi kontrol dan pemenuhan kebutuhan dasar individu misalnya. Guru bisa lebih mengerti posisi murid. Termasuk dapat pula menentukan posisi kontrol guru. Mau jadi penghukum apa mau jadi manager. Atau bahkan lebih memilih menjadi teman atau pemantau? Ini keuntungan memahami dan menerapkan budaya positif. 

Termasuk juga ketika guru mampu mengetahui motivasi perilaku. Setiap orang dan tentu murid, tentu digerakkan oleh motivasi. Entah itu motivasi intrinsik atau ekstrinsik. Dengan mengenal, mengetahui, dan mampu menumbuhkan motivasi intrinsik, guru membantu murid untuk lebih berdaya. Menggerakkan segenap daya dan upayanya untuk mencapai kesejahteraan dirinya melalui motivasi yang terbangun dalam dirinya. 

    Dan yang tidak kalah seru tentunya adalah segitiga restitusi. Pada kegiatan ini ada tiga hal yang bisa guru lakukan. Validasi tindakan salah hingga menanyakan keyakinan. Tentu pada tindakan-tindakan ini, tujuan utamanya bagaimana membuat murid berdaya. Mampu mengetahui nilai kebajikan yang telah mereka sepakati bersama dalam sebuah keyakinan kelas untuk menyelesaikan perilaku tak produktif mereka. 

    Konsep budaya positif ini sungguh sangat menginspirasi saya dalam merumuskan aksi nyata. Saya susun lah aksi nyata berupa penginternalisasian budaya positif itu ke dalam lingkungan sekolah. Yakni salah satunya membentuk keyakinan kelas. Kemudian saya juga melatih segitiga restitusi untuk menghadapi anak yang melakukan perilaku malasuai. 

    Pada pembentukan keyakinan kelas saya mengenalkannya pada sebagian kelas bimbingan yang saya ampu. Sebanyak tiga kelas. Tiga kelas ini saya ajak untuk bersama merumuskan keyakinan kelas. Teknisnya yakni saya mengenalkan dulu apa itu keyakinan kelas, dan bagaimana mekanisme perumusannya. Saya mengajak anak-anak untuk membagi dalam kelompok-kelompok kecil, atau saya menyebutnya keluarga kecil. 

    Jadi tiap keluarga itu lah yang mengusulkan masing-masing usulan keyakinan kelasnya. Mereka mengusulkan keyakinan kelas pada tiap keluarganya, kemudian keyakinan kelas yang mereka usulkan itu akan dibahas bersama teman-teman satu kelas. Untuk kemudian mendapatkan saran dan kritik dari teman-temannya. 

    Pada tahap ini, murid-murid berlatih mandiri untuk memberikan saran, dan kritik kepada temannya. Sedangkan bagi keluarga penyaji maka berlatih untuk mendengarkan dan menanggapi atas saran dan kritik yang teman mereka lontarkan. Keterampilan mendengarkan dan menyampaikan pendapat ini juga menjadi bagian dari keterlibatan murid dan mendorong kepemimpinan murid. 

    Saat ini tahapan perumusan keyakinan kelas masih terus berlangsung dan terus melatih murid untuk bersama membuat keyakinan kelas bersama. Dari keyakinan kelas itu lah, budaya positif akan dimulai dan harapannya terbiasa dilakukan anak-anak saat ini dan seterusnya. 

    Dalam perumusan keyakinan itu pun melatih anak-anak menyampaikan kritik dan sarannya. Sehingga dapat menyampaikan berbagai masukan kepada temannya untuk pembuatan keyakinan kelas. Kemandirian untuk menyampaikan kritik dan saran itu pula yang menjadi bagian dari menumbuhkan kepemimpinan murid. 

    Akhirnya, memang kegiatan pembiasaan budaya positif ini sangat seru. Dan tentu tantangannya juga ada. Namun saya selalu bersemangat melaksanakannya. Demi pendidikan humanis yang terus tumbuh di sekolah. 










1 comment:

  1. Bagus, Pak. Lengkapi artikel ini dengan konsep inti budaya positif dan bagikan ke teman sebanyak-banyaknya agar menginspirasi mereka yang belum berkesempatan belajar.

    ReplyDelete

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...