Tumbuhkan Empati, Semai
Manusiawi
Oleh : Masbahur Roziqi, S.Pd
Guru Bimbingan dan Konseling
SMA Negeri 2 Kraksaan Probolinggo
Tahun ini menjadi tahun penuh duka dan tantangan
bagi rakyat Indonesia. Virus covid-19 telah menjalar hampir ke seantero negeri.
Tidak pandang bulu. Semua rentan menjadi korban. Baik itu pejabat, tua, muda
maupun bayi pun bisa terjangkit. Semua profesi, semua jenis kelami tidak luput
dari sasaran virus ini.
Di tengah kondisi seperti ini, paramedis tampil
menjadi salah satu pejuang utama menghadapi pandemi covid 19. Mereka pasang
badan. Berusaha menyelamatkan jiwa para korban sebanyak mungkin. Dokter,
perawat, dan tenaga medis dan nonmedis lain bekerja siang malam untuk merawat
pasien terpapar covid 19.
Perjuangan mereka tidak mudah. Resikonya tinggi.
Baik resiko sosial, individu, maupun medis. Resiko sosial mereka kerap mendapat
stigma dari masyarakat sekitar. Dianggap pembawa virus. Ada yang tidak boleh
pulang ke tempat kosnya. Bahkan ada pula yang dijauhi dan dicibir karena warga paranoid
kepada mereka. Meski tidak semua. Masih banyak warga yang peduli.
Resiko individu mereka kehilangan banyak waktu
dengan orang-orang yang mereka kasihi. Seharusnya mereka sudah bisa berkumpul
usai pulang kerja, sekarang malah harus ada yang tidak pulang agar tidak
membawa virus bagi keluarganya. Semua mereka lakukan untuk mencegah penyebaran
covid 19.
Resiko
medis juga turut membayangi. Terpapar covid hingga kematian tidak lepas dari
bayang-bayang langkah mereka merawat pasien. Covid tidak melihat dokter atau
pasien. Semua bisa rentan kena.Hanya langkah preventif dan doa lah yang bisa
paramedis lakukan saat melaksanakan tugasnya. Bahkan korban meninggal dari
kalangan medis pun juga ada saat masa pandemi ini. Seperti yang termuat pada
laman republika online, Senin (27/04/2020), ada sekitar 24 dokter meninggal dan 16 perawat
meninggal. Tentu covid ini menjadi hal yang membahayakan hidup para tenaga
medis yang berjuang merawat pasien terpapar covid.
Berdasarkan fenomena itu, saya memandang kegiatan
layanan bimbingan klasikal perlu saya berikan kepada peserta didik terkait
perjuangan tenaga medis ini. Tujuannya agar peserta didik mampu menumbuhkan
empati pada hati sanubarinya. Pembiasaan menumbuhkan empati ini nantinya juga
diharapkan dapat menyemai bibit manusiawi atau rasa kemanusiaan pada peserta
didik. Ketika peserta didik mampu mencintai kemanusiaan, mereka akan semakin
peduli pada lingkungan sekitar.
Lantas bagaimana strategi yang saya lakukan? Saya
sesuaikan dengan karakteristik peserta didik pada sekolah saya. Sebagian besar
media yang mereka miliki adalah whatsapp.Sehingga saya putuskan bimbingan
klasikal daring pilihannya menggunakan media whatsapp group. Jadi pertama saya
ajak mereka berdiskusi mengenai virus corona. Kemudian saya ajak mereka
menyelami peran tenaga medis saat pandemi. Bagaimana tenaga medis bekerja keras
merawat pasien hingga sembuh. Dan ada pula yang menjadi korban meninggal.
Termasuk resiko sosial dan resiko individu yang harus tenaga medis alami.
Melalui
diskusi itu lah anak-anak memutuskan untuk menuliskan kata dukungan bagi tenaga
medis dan kemudian memotretnya. Potret itu oleh mereka dikirimkan pada saya. Dan
saya mengunggahnya pada blog saya. Dengan cara ini saya berharap pembiasaan
empati dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui blog itu pula
mereka akan mengingat bahwa empati adalah salah satu cara kita tetap menjadi
manusia.
No comments:
Post a Comment