Thursday, September 10, 2020

Tumbuhkan Empati, Semai Manusiawi

 

Tumbuhkan Empati, Semai Manusiawi

Oleh : Masbahur Roziqi, S.Pd

Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 2 Kraksaan Probolinggo

Tahun ini menjadi tahun penuh duka dan tantangan bagi rakyat Indonesia. Virus covid-19 telah menjalar hampir ke seantero negeri. Tidak pandang bulu. Semua rentan menjadi korban. Baik itu pejabat, tua, muda maupun bayi pun bisa terjangkit. Semua profesi, semua jenis kelami tidak luput dari sasaran virus ini.

Di tengah kondisi seperti ini, paramedis tampil menjadi salah satu pejuang utama menghadapi pandemi covid 19. Mereka pasang badan. Berusaha menyelamatkan jiwa para korban sebanyak mungkin. Dokter, perawat, dan tenaga medis dan nonmedis lain bekerja siang malam untuk merawat pasien terpapar covid 19.

Perjuangan mereka tidak mudah. Resikonya tinggi. Baik resiko sosial, individu, maupun medis. Resiko sosial mereka kerap mendapat stigma dari masyarakat sekitar. Dianggap pembawa virus. Ada yang tidak boleh pulang ke tempat kosnya. Bahkan ada pula yang dijauhi dan dicibir karena warga paranoid kepada mereka. Meski tidak semua. Masih banyak warga yang peduli.

Resiko individu mereka kehilangan banyak waktu dengan orang-orang yang mereka kasihi. Seharusnya mereka sudah bisa berkumpul usai pulang kerja, sekarang malah harus ada yang tidak pulang agar tidak membawa virus bagi keluarganya. Semua mereka lakukan untuk mencegah penyebaran covid 19.

Resiko medis juga turut membayangi. Terpapar covid hingga kematian tidak lepas dari bayang-bayang langkah mereka merawat pasien. Covid tidak melihat dokter atau pasien. Semua bisa rentan kena.Hanya langkah preventif dan doa lah yang bisa paramedis lakukan saat melaksanakan tugasnya. Bahkan korban meninggal dari kalangan medis pun juga ada saat masa pandemi ini. Seperti yang termuat pada laman republika online, Senin (27/04/2020), ada sekitar 24 dokter meninggal dan 16 perawat meninggal. Tentu covid ini menjadi hal yang membahayakan hidup para tenaga medis yang berjuang merawat pasien terpapar covid.

Berdasarkan fenomena itu, saya memandang kegiatan layanan bimbingan klasikal perlu saya berikan kepada peserta didik terkait perjuangan tenaga medis ini. Tujuannya agar peserta didik mampu menumbuhkan empati pada hati sanubarinya. Pembiasaan menumbuhkan empati ini nantinya juga diharapkan dapat menyemai bibit manusiawi atau rasa kemanusiaan pada peserta didik. Ketika peserta didik mampu mencintai kemanusiaan, mereka akan semakin peduli pada lingkungan sekitar.

Lantas bagaimana strategi yang saya lakukan? Saya sesuaikan dengan karakteristik peserta didik pada sekolah saya. Sebagian besar media yang mereka miliki adalah whatsapp.Sehingga saya putuskan bimbingan klasikal daring pilihannya menggunakan media whatsapp group. Jadi pertama saya ajak mereka berdiskusi mengenai virus corona. Kemudian saya ajak mereka menyelami peran tenaga medis saat pandemi. Bagaimana tenaga medis bekerja keras merawat pasien hingga sembuh. Dan ada pula yang menjadi korban meninggal. Termasuk resiko sosial dan resiko individu yang harus tenaga medis alami.

Melalui diskusi itu lah anak-anak memutuskan untuk menuliskan kata dukungan bagi tenaga medis dan kemudian memotretnya. Potret itu oleh mereka dikirimkan pada saya. Dan saya mengunggahnya pada blog saya. Dengan cara ini saya berharap pembiasaan empati dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui blog itu pula mereka akan mengingat bahwa empati adalah salah satu cara kita tetap menjadi manusia.




No comments:

Post a Comment

Come on Guys, Stop Invasion!

  Affirm Position, Condemn Invasion! Masbahur Roziqi The author is an Indonesia citizen who oppose Russian aggresion to Ukraine      The mom...